Dibayangi Dampak PSBB dan Isu Global, IHSG Diprediksi Loyo Pekan Depan
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Minggu, 20 September 2020 20:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG bergerak melemah sepanjang pekan depan. Pergerakan tersebut diperkirakan terjadi akibat sentimen negatif dari dalam dan luar negeri.
"Hal ini membuat IHSG kami perkirakan selama seminggu berpeluang konsolidasi melemah dengan support di level 5,000 sampai 4,754 dan resistane di level 5,100 sampai 5,187," ujar Hans dalam keterangan tertulis, Ahad, 20 September 2020.
Dari dalam negeri sentimen yang diperkirakan menyebabkan IHSG lesu adalah masih berlanjutnya pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar di DKI Jakarta. Hans mengatakan pemberlakuan PSBB Jakarta yang tak seketat sebelumnya alias lebih longgar sempat mendorong indeks menguat pada pekan lalu.
"Tetapi dampak PSBB total yang longgar tetap diperkirakan akan mengganggu aktivitas bisnis dan perusahaan," tutur Hans.
Selain faktor dari dalam negeri, pergerakan IHSG pekan depan juga bakal melemah sebagai imbas pergerakan pasar saham dunia yang diperkirakan tertekan akibat beberapa sentimen negatif. Sentimen tersebut antara lain dipengaruhi valuasi yang mahal, lonjakan kasus covid-19, serta ketegangan Cina dan Amerika Serikat.
<!--more-->
Pelaku pasar, ujar Hans, masih menunggu aturan mengenai stimulus fiskal anyar sebesar US$ 1,5 triliun di Amerika Serikat. Hingga saat ini, wacana tersebut masih belum bisa dipastikan realisasinya. Namun, ia mengatakan kepastian mengenai stimulus tersebut bisa menjadi sentimen positif yang mendorong naik indeks-indeks dunia.
Di samping stimulus fiskal, Hans mengatakan pelaku pasar juga masih memperhatikan data ekonomi AS yang lemah, serta ketidakpastian prospek ekonomi di sana. . Hal ini sejalan dengan pernyataan The Fed tentang laju pemulihan ekonomi yang melambat. "Pemulihan yang melambat membuat optimisme pelaku pasar saham menurun sehingga terjadi tekanan koreksi di pasar saham," tuturnya.
Isu lain yang menjadi perhatian juga meningkatnya ketegangan antara pemerintah AS dan Cina, setelah Presiden Donald Trump berencana melarang WeChat dan Tiktok di negaranya mulai Ahad malam ini. Rencana tersebut diambil dengan dalih keamanan nasional. Apabila kebijakan tersebut direalisasikan, ia menyebut hubungan dua negara berpotensi semakin memanas.
"Sentimen lainnya adalah koreksi pada sebagian saham Teknologi masih menjadi penekan pergerakan pasar. Sudah hampir dua pekan saham-saham teknologi mengalami tekanan turun akibat kekhawatiran valuasi yang terlalu tinggi," ujar Hans.
Ia pun berujar perkembangan kebijakan berbagai negara dalam menghadapi Covid-19 menghidupkan kembali kekhawatiran pasar akan dampak pandemi pada pemulihan ekonomi sehingga menjadi sentimen negatif di pasar modal dunia.
BACA JUGA: Sepekan, Volume Transaksi di BEI Naik 2 Persen tapi Nilai Turun Rp 690 M
CAESAR AKBAR