Potensi Resesi 99 Persen, Indef Sebut Dampak Bisa Dikurangi Jika Pemerintah ...
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 17 September 2020 19:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya mengatakan masyarakat tak perlu khawatir terhadap ancaman resesi.
“Resesi itu cuma angka. Kita tak perlu takut resesi,” ujar Berly dalam diskusi virtual, Kamis, 17 September 2020.
Resesi terjadi seumpama pertumbuhan ekonomi suatu negara mengalami kontraksi atau minus selama dua kuartal berturut-turut. Pada kuartal II lalu, Indonesia telah mengalami kontraksi sebesar -5,3 persen. Karena itu, ancaman resesi membayangi Indonesia bila angka pertumbuhan negara di kuartal ketiga masih mencatatkan angka minus.
Meski bayangan resesi di depan mata, Berly mengungkapkan hal itu bukan menjadi masalah asalkan pemerintah melindungi 40 persen masyarakat miskin dari ancaman kelaparan. Sebab, masyarakat di desil terbawah inilah yang paling rentan terkena imbas krisis.
Dengan demikian, pemerintah harus memikirkan cara untuk terus meningkatkan jaring sosial selama masa krisis. Setelah persoalan tersebut teratasi, kata dia, barulah pemerintah memikirkan kesejahteraan masyarakat secara umum.
<!--more-->
“Sebab seperti undang-undang, tugas pertama pemerintah adalah melindungi segenap rakyat Indonesia, lalu baru meningkatkan kesejahteraan umum,” ucapnya.
Lebih lanjut, Berly mengungkapkan penurunan performa ekonomi Indonesia sejatinya masih lebih baik ketimbang negara-negara lain. “Secara ekonomi kita cukup lumayan dibandingkan negara lain. Kita sepertiga sampai seperlima dari negara lain dari segi ekonomi down turn,” ucapnya.
Dia lantas mencontohkan Jepang yang belakangan terkonfirmasi mengalami kontraksi tajam hingga -27,8 persen. Kemudian Singapura -13,2 persen; Malaysia -17,1 persen; dan Thailand -12,2 persen.
Barly mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih baik karena ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang masih cukup stabil. Saat ini, kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi mencapai 55-58 persen.
Sementara itu, peneliti Indef, Izzudin Al Farras, menyebut peluang Indonesia untuk resesi sudah 99 persen. Ia mengatakan, untuk mengurangi dampak resesi, pemerintah harus meningkatkan jaring pengamanan sosial yang semula menjangkau 40 persen penduduk termiskin menjadi 60 persen.
<!--more-->
Apalagi, tutur dia, pemerintah kembali menetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta yang akan memberikan dampak ke perekonomian. “Kontribusi Jakarta ke ekonomi nasional 18 persen,” ucapnya.
Di samping memperlebar jangkauan pemberian bantuan sosial, dia menyarankan pemerintah terus memperbarui data penduduk miskin dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).
Baca juga: Ancaman Resesi di Depan Mata, Apa Bedanya dengan Krisis Ekonomi?
FRANCISCA CHRISTY ROSANA