Rumah Sakit Tunggak Utang Rp 3 T, Arus Kas Perusahaan Farmasi Terganggu
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Rabu, 29 Juli 2020 19:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum, Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Tirto Kusnadi mengatakan arus kas (cashflow) perusahaan farmasi terganggu di masa Pandemi Covid-19 ini. Menurutnya, distributor kesulitan melayani faskes (fasilitas kesehatan) yang memiliki tunggakan pembayaran besar sejak tahun lalu.
"Total tagihan ke faskes yang sudah jatuh tempo masih sekitar Rp 3 triliun yang belum dibayarkan," kata Tirto dalam diskusi virtual yang diselenggarakan Bappenas, Rabu, 29 Juli 2020.
Dia mengatakan padahal menurut info yang dia terima mendengar bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan telah membayar kepada faskes-faskes tersebut, terutama adalah rumah sakit pemerintah.
"Jadi seyogyanya rumah sakit-rumah sakit ini yang melakukan pemunduran pembayaran yang demikian besar. Yang tadinya, maaf, kami kira BPJS yang tidak membayar, padahal BPJS menyatakan sudah dibayar sampai Juli, sedangkan kita masih punya tagihan yang awal tahun ini bahkan akhir tahun lalu," ujarnya.
Selain itu, cashflow perusahaan farmasi juga terganggu karena pemesanan faskes hanya 30-40 persen dari RKO pada semester pertama 2020. "Mayoritas adalah fasilitas RSU milik Pemerintah terutama yang ada dibawah koordinasi Kemenkes," kata dia.
<!--more-->
Adapun dia mengatakan sudah mulai terjadi PHK pegawai atau merumahkan karyawan. Prediksi 2.000 hingga 3.000 karyawan sudah dirumahkan di masa Pandemi Covid-19. Hal itu kata dia, karena utilisasi pabrik rendah.
Menurutnya, di masa pandemi Covid 19, terjadi penurunan kinerja karena permintaan menurun drastis atau turun 50-60 persen. "Hal itu karena pasien non Covid 19 yang berkunjung ke faskes menurun drastis," kata Tirto.
Oleh karenanya kapasitas produksi menjadi idle dan utilisasi hanya terpakai kurang dari 50 persen di tiga bulan terakhir.
Dia menuturkan industri farmasi nasional dan BUMN memproduksi sekitar 90 persen obat untuk kebutuhan pasar dalam negeri. Industri lokal, kata dia, juga mempunyai kapasitas yang memadai untuk memenuhi pertumbuhan permintaan sampai 50 persen dari kebutuhan saat ini.
"Jadi sebenarnya pada seluruh masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir karena Industri farmasi dalam negeri cukup mampu menyiapkan semua kebutuhan obat," ujar dia.
HENDARTYO HANGGI