Erick Thohir Digugat Serikat Pekerja Pertamina, Staf Kementerian BUMN: Absurd
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Kodrat Setiawan
Kamis, 23 Juli 2020 10:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Staf Khusus Bidang Komunikasi Kementerian BUMN, Arya Sinulingga, mengatakan gugatan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) PT Pertamina (Persero) terhadap Menteri BUMN Erick Thohir terkait pembentukan subholding merupakan langkah absurd. Menurut dia, subholding tidak akan menggiring privatisasi aset perseroan.
“Soal kepemilikan, soal aset, apa pun itu kan masih milik Pertamina. Anak usaha Pertamina kan asetnya milik Pertamina, bukan milik anak perusahaan tersendiri,” tutur Arya, Kamis, 23 Juli 2020.
Menurut Arya, aset-aset Pertamina yang ada saat ini dimiliki perseroan bukan milik investor asing seperti yang disebut dalam gugatan FSPBB. Di samping itu, dia menampik tudingan serikat pekerja bahwa kebijakan Erick telah mengubah struktur organisasi hingga menyebabkan karyawan rugi.
Dalam mengatur perusahaan, Arya menerangkan, Erick telah mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku. Meski begitu, dia memastikan bosnya siap menghadapi gugatan yang dilayangkan.
“Jadi mengada-ada juga. Kami siap dengan gugatan mereka,” tuturnya.
Hingga berita diturunkan, Kepala Bidang Media FSPBB Pertamina Marcellus Hakeng Jayawibawa belum bisa dimintai konfirmasi terkait pernyataan Arya Sinulingga.
<!--more-->
FSPPB Pertamina menggugat Erick Thohir atas dugaan melawan hukum. Erick dianggap mengeluarkan keputusan sepihak yang merugikan karyawan serta telah melakukan peralihan aset serta keuangan negara yang dikelola perusahaan minyak negara.
Dalam keterangan tertulis Rabu kemarin, Marcellus mengatakan, pada Juni 2020, Erick menerbitkan keputusan tentang pemberhentian, perubahan nomenklatur jabatan, pengalihan tugas dan pengangkatan Direksi Pertamina. Keputusan itu diikuti dengan Surat Keputusan Direktur Utama Pertamina tentang Struktur Organisasi Dasar Pertamina yang ditandai dengan pembentukan lima subholding Pertamina.
“Sebagai perwakilan seluruh sekerja di lingkungan Pertamina, FSPPB tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut,” kata Marcellus.
Padahal, menurut dia, penggabungan, peleburan, pengambil-alihan serta perubahan bentuk badan hukum perseroan terbatas wajib memperhatikan kepentingan karyawan yang diwakili serikat pekerja.
Sementara itu Pengurus Bidang Hubungan Industrial dan Hukum FSPPB, Dedi Ismanto, menerangkan keputusan Erick tidak hanya merugikan pekerja karena jabatan. Namun, hak, kewajiban dan status kepegawaian yang berubah. Keputusan itu juga mengakibatkan peralihan keuangan, dan aset-aset negara yang sebelumnya dikuasai Pertamina berubah kedudukannya dikuasai anak-anak perusahaan alias subholding.
“Dan yang sangat mengkhawatirkan, anak-anak perusahaan Pertamina itu akan diprivatisasi atau denasionalisasi dalam waktu dekat ini,” ujar Dedi.
Dedi cemas seandainya kebijakan itu terus berlangsung, Pertamina akan diprivatisasi, termasuk untuk pengelolaan hulu, pengolahan, distribusi dan pemasaran, hingga pasar keuangan. Adapun gugatan serikat pekerja didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin, 20 Juli 2020, melalui mekanisme daring atau online. Firma Hukum Sihaloho & Co ditunjuk sebagai pembela serikat.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA