Kabar Bank Mayapada Akan Diambil Cathay, Ini Kata Ekonom
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Senin, 13 Juli 2020 16:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – PT Bank Mayapada International Tbk dikabarkan bakal diambil alih oleh kelompok usaha jasa keuangan asal Taiwan, Cathay Financial Holdings Co. Ltd. Menanggapi tren pembelian bank oleh asing, ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, mengatakan secara umum, Indonesia memang masih menjadi pasar besar di dunia.
“Sejauh ini Indonesia dianggap marketnya masih bagus buat asing, meski (likuiditasnya) jelek. Kalau di luar negeri kan marketnya sudah berat. Jadi mereka (asing) lebih banyak berinvestasi ke negara berkembang,” tutur Aviliani saat dihubungi Tempo pada Senin, 13 Juli 2020.
Aviliani menjelaskan, Indonesia merupakan negara dengan pasar keempat terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika. Sedari dulu, sejumlah perusahaan dunia yang bergerak di sektor perbankan pun, seperti Korea dan Jepang, telah melirik market Tanah Air. Dia juga mencontohkan PT Bank Permata yang kemudian diakuisisi oleh Bangkok Bank.
Kendati begitu, Aviliani menerangkan proses pembelian saham oleh asing tak bisa serta-merta langsung dilakukan. Sebab, pihak-pihak yang terlibat mesti melalui proses tawar-menawar dan due diligence untuk menyisir aset-aset mana yang potensial dan aset mana saja yang kering.
Di samping itu, umumnya perusahaan asing akan membeli saham dengan nilai jumbo. “Mereka biasanya tidak mau menyuntik dana saja, tapi kepemilikan. Biasanya mayoritas,” tuturnya.
Lebih lanjut, Aviliani menjelaskan proses pembelian saham bisa berdampak positif bagi perusahaan untuk mencegah terjadinya rush money atau kepanikan nasabah yang akan berakibat pada penarikan dana dalam jumlah besar. Sebab bila kondisi ini terjadi, likuiditas perbankan dapat terganggu.
<!--more-->
Di samping itu, pembelian saham, juga bisa menjadi salah satu upaya untuk menjaga kepercayaan pasar. “Kalau terlambat orang enggak percaya duluan, susah buat berikan kepercayaan lagi,” katanya.
Sembari mempersiapkan proses penyehatan bank, Aviliani menjelaskan perusahaan bisa memberikan blanket guarantee atau instrumen tindakan darurat kepada nasabah. “Sebab yang ditakutkan itu kan dana di atas Rp 2 miliar yang akan cabut,” tuturnya.
Sebelumnya, Cathay dikabarkan segera mengambil alih Mayapada dari kepemilikan lama. Direktur Bank Mayapada Haryono Tjahjarijadi tidak membenarkan maupun menampik isu tersebut. Namun, ia menjelaskan bahwa saat ini Cathay melalui Cathay Life Insurance merupakan salah satu pemegang saham pengendali Bank Mayapada. “Mereka (Cathay) memang punya keinginan untuk meningkatkan porsi kemilikannya sebagai bagian dari langkah strategis jangka panjang,” tuturnya saat dihubungi Tempo, Senin, 13 Juli.
Cathay diketahui telah mengempit 37,33 persen saham di Bank Mayapada Internasional. Otoritas Jasa Keuangan pun sudah memberi lampu hijau untuk Cathay, perusahaan dengan aset total US$ 340 miliar, mengambil 51 persen atau lebih saham Bank Mayapada.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III Otoritas Jasa Keuangan Slamet Edy Purnomo mengatakan Cathay sedang melakukan uji tuntas. “Asalkan punya komitmen untuk pengembangan bank yang lebih baik. Cathay adalah perusahaan besar yang sudah tidak diragukan lagi,” ujar Slamet.
Bank Mayapada Internasional masuk dalam catatan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu dari tujuh bank yang bermasalah berdasarkan audit lembaga tersebut terhadap pengawasan OJK kepada bank umum periode 2017-2019.
<!--more-->
Berdasarkan laporan majalah Tempo edisi 11 Juli, Bank Mayapada tersandung dalam konsentrasi kredit ke empat grup usaha yang terindikasi melanggar batas maksimal penyaluran kredit. Empat grup itu adalah Hanson International, Intiland, Saligading Bersama, dan Mayapada Grup sendiri.
Menurut Slamet, indikasi pelanggaran BMPK tersebut ditemukan oleh OJK. Temuan itu lalu menjadi isi audit BPK terhadap OJK. Menurut Slamet, setelah temuan tersebut, OJK langsung menyusun rencana aksi agar pemilik Bank Mayapada Internasional menyelesaikan masalah tersebut. Tahir, pemilik bank, kata Slamet, sudah berkomitmen untuk merampungkan pelanggaran BMPK tersebut.
Komitmen penyelesaian itu salah satunya melalui penambahan modal ke bank. Adapun Tahir telah menambah modal berupa Rp 3,5 triliun dalam bentuk aset dan Rp 1,5 triliun dalam bentuk tunai. Slamet mengakui tambahan modal itu belum cukup untuk menutup konsentrasi kredit ke empat grup yang mencapai Rp 24,1 triliun. OJK telah meminta kredit itu dilunasi dengan cara mengambil alih aset yang diagunkan oleh empat grup tersebut “Nilai agunannya Rp 17,9 triliun,” ujar Slamet.
Saat ini, kata Slamet, Bank Mayapada sedang berusaha menjual aset-aset tersebut agar bisa ditambahkan menjadi modal bank. Bila hasilnya masih kurang, Tahir disebut siap merogoh aset pribadinya. “Berikan kesempatan kepada pemilik untuk melakukan langkah perbaikan,” ujar Slamet.
Menurut Slamet, OJK yakin, masuknya Cathay sebagai pengendali, tambahan modal dari Tahir dan penjualan aset agunan bisa membereskan masalah Mayapada. “Jadi nasabah tidak perlu khawatir,” kata Slamet.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | KHAIRUL ANAM | MAJALAH TEMPO