KPPU Denda Grab, Hotman Paris: Bisa Lunturkan Minat Pemodal Asing
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Jumat, 3 Juli 2020 09:50 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum PT Solusi Transportasi Indonesia alias Grab Indonesia, Hotman Paris, mengatakan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menghukum kliennya bisa menjadi preseden buruk bagi citra dunia usaha Tanah Air di mata internasional.
Sebab, kata dia, putusan Majelis Komisi tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan tidak sesuai dengan fakta di lapangan. "Investor asing akan kehilangan minat untuk menanamkan modalnya di Indonesia apabila masih terdapat lembaga yang menghukum investor tanpa dasar pertimbangan yang jelas," ujar Hotman melalui surat tertulisnya pada Jumat, 3 Juli 2020.
Majelis KPPU sebelumnya menyatakan Grab dan mitranya, PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI), telah melanggar Pasal 14 dan Pasal 19 (d) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Grab dinyatakan melakukan diskriminasi terhadap mitra karena memberikan order prioritas kepada TPI, masa suspend, dan fasilitas lainnya.
Kondisi ini pun disinyalir mengakibatkan terjadinya penurunan persentase jumlah mitra dan penurunan jumlah orderan dari pengemudi mitra non-TPI. Dalam amar putusannya, KPPU memberikan sanksi denda total Rp 30 miliar dengan rincian Rp 7,5 miliar untuk pelanggaran Pasal 14 dan Rp 22,5 miliar atas Pasal 19(d). Sedangkan TPI dikenakan denda total Rp 19 miliar dengan rincian Rp 4 miliar dan Rp 15 miliar atas dua pasal tersebut.
Menurut Hotman, Presiden Joko Widodo alias Jokowi harus segera bergerak untuk mengevaluasi kinerja komisi. Sebab, di samping tidak memperhatikan keterangan saksi perkara dan saksi ahli di persidangan, KPPU sudah memberikan denda yang dianggap tidak wajar.
"Denda fantastis dijatuhkan pada situasi Covid-19, ketika Grab dan TPI merupakan perusahaan yang sangat terdampak akibat kebijakan PSBB yang diterapkan pemerintah," tuturnya.
Di samping itu, Hotman menyatakan Grab telah menanamkan modal besar di Indonesia serta membuka lapangan luas. Denda KPPU pun dipandang tidak mempertimbangkan poin tersebut.
"Seperti menurut ekonom senior Faisal Basri yang merupakan ahli dalam persidangan KPPU, hadirnya teknologi Grab dan TPI terbukti membawa keuntungan bagi perekonomian Indonesia," ucapnya.
Atas putusan KPPU, Hotman memastikan kliennya bakal mengajukan keberatan ke pengadilan negeri dalam waktu dekat. Upaya hukum ini juga mempertimbangkan kesaksian pesaing TPI dalam persidangan yang menyatakan tidak ada diskriminasi dalam kerja sama Grab dan perusahaan pengangkutan itu.
Kasus Grab dan TPI terdaftar dalam perkara Nomor 13/KPPU-I/2019. Pengusutan kasus tersebut berawal dari inisiatif KPPU dan ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan mengenai dugaan pelanggaran integrasi vertikal (Pasal 14), tying-in (Pasal 15 ayat 2), dan praktek diskriminasi (Pasal 19 huruf d).
Pada awal pengusutan perkara, KPPU menduga telah terjadi beberapa pelanggaran persaingan usaha melalui order prioritas yang diberikan GRAB (Terlapor I) kepada mitra pengemudi di bawah TPI (Terlapor II). Komisi mensinyalir kasus ini berkaitan dengan rangkap jabatan kedua perusahaan tersebut.
Dalam proses persidangan, Majelis Komisi yang dipimpin oleh Dinni Melanie menilai bahwa perjanjian kerja sama penyediaan jasa dalam hal ini Grab dan TPI bertujuan untuk menguasai produk jasa penyediaan aplikasi angkutan sewa khusus berbasis teknologi di Indonesia.
Selanjutnya, Majelis Komisi menilai tidak ada upaya tying-in yang dilakukan Grab terhadap jasa yang diberikan oleh TPI. Praktik tersebut juga telah mengakibatkan terjadinya monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA