Bos OJK Berharap Tidak Ada Bank yang Butuh Dana dari Bank Jangkar

Minggu, 14 Juni 2020 09:11 WIB

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyerahkan buku laporan 2 tahun Bank Wakaf Mikro kepada Presiden Joko Widodo saat acara Pengarahan Presiden Republik Indonesia Pada Rapat Koordinasi Nasional (RAKORNAS) Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) dan Silaturahmi Nasional Bank Wakaf Mikro (BWM) Tahun 2019 di Jakarta, Selasa 10 Desember 2019. TEMPO/Subekti.

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso berharap tidak ada bank yang memerlukan dana dari bank jangkar. Namun, dia mengakui di masa pandemi ini, ada potensi risiko default dari debitur dan risiko likuiditas.

"Mudah-mudahan tidak ada bank yang sampai memerlukan dana itu," kata Wimboh dalam diskusi virtual, Sabtu malam, 13 Juni 2020.

Wimboh menuturkan di masa pandemi saat ini, OJK bersama pemerintah sedang menyiapkan skema pengangga likuiditas. Menurutnya, apabila proses penyediaan likuiditas normal di bank tidak berjalan, pemerintah menyediakan itu.

"Sehingga bank tinggal nanti meng-apply melalui bank peserta atau bank jangkar jumlah yang diperlukan atas agunan kreditnya berapa dan nanti tentunya terjadi transaksi," ujarnya.

Dia menuturkan saat ini banyak debitur yang tidak mengangsur kepada bank. Hal itu membuat pendapatan bank revenue-nya turun, tapi di lain pihak semua deposito harus dibayar bunganya dan semua pinjaman kepada bank lain harus dibayar.

Dia melihat saat ini bank-bank besar mempunyai bantalan likuiditas cukup, karena memiliki Surat Utang Negara dan Surat Berharga Negara cukup tinggi. Tetapi bagi bank-bank yang bantalan likuiditasnya mepet, pasti bisa terganggu karena tidak ada angsuran debitur.

"Di situ lah skema yang disediakan bersama pemerintah. Pemerintah menyediakan likuiditas, support yang dipergunakan untuk mem-backup apabila ada bank atau lembaga keuangan yg ternyata, karena nasabah tidak mengangsur, mengalami gangguan likuiditas," kata dia.

Dana dari pemerintah itu akan ditaruh di beberapa bank besar. Bank besar itu adalah bank yang selama ini menjadi supplier di pinjaman antara bank di Indonesia, di mana ada sekitar 15 bank.

Menurutnya, bagi bank yang nanti memerlukan, bisa meminjam kepada bank jangkar tersebut. Dia yakin 15 bank itu akan bersedia menampung dana dari itu, karena sumber dana pemerintah itu murah, bahkan lebih murah dari pasar. Sehingga bank jangkar ini akan mempunyai kesempatan untuk mendapat margin, apabila ada bank yang kekurangan likuiditas karena nasabah banyak yang menunggak.

Jaminan yang dibutuhkan bank peminjam, kata dia, yaitu kredit yang sudah direstruktur. Kredit yang bisa direstruktur adalah kredit yang sebelumnya lancar, sehingga tidak ada risiko default berkelanjutan.

"Jadi ketika covid selesai mustinya bisnis ini bagus. Bank jangkar atau bank peserta dalam PP 23 itu adalah ini pasti mendapat margin. Bank jangka keliatannya pasti mau, karena ini bisnis. Dan bank jangkar bukan hanya bank pemerintah tapi juga swasta. Ini adalah skema likuiditas penyangganya," kata dia.

HENDARTYO HANGGI

Berita terkait

LPS Sudah Bayar Dana Nasabah BPRS Saka Dana Mulia yang Ditutup OJK Sebesar Rp 18 Miliar

3 hari lalu

LPS Sudah Bayar Dana Nasabah BPRS Saka Dana Mulia yang Ditutup OJK Sebesar Rp 18 Miliar

Kantor BPRS Saka Dana Mulia ditutup untuk umum dan PT BPRS Saka Dana Mulia menghentikan seluruh kegiatan usahanya.

Baca Selengkapnya

Lima Persen BPR dan BPRS Belum Penuhi Modal Inti Minimum

3 hari lalu

Lima Persen BPR dan BPRS Belum Penuhi Modal Inti Minimum

Sebanyak 1.213 BPR dan BPRS telah memenuhi ketentuan modal inti sebesar Rp 6 miliar. Masih ada lima persen yang belum.

Baca Selengkapnya

Kuartal I-2024, KSSK Sebut Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga meski Ketidakpastian Meningkat

4 hari lalu

Kuartal I-2024, KSSK Sebut Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga meski Ketidakpastian Meningkat

Menkeu Sri Mulyani mengatakan Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia pada kuartal pertama tahun 2024 masih terjaga.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Dorong Lembaga Keuangan Prioritaskan Kredit untuk Difabel

5 hari lalu

Pemerintah Dorong Lembaga Keuangan Prioritaskan Kredit untuk Difabel

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mendorong lembaga keuangan penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk memprioritaskan kalangan difabel.

Baca Selengkapnya

Didemo Nasabah, BTN: Tak Ada Uang Nasabah yang Raib

5 hari lalu

Didemo Nasabah, BTN: Tak Ada Uang Nasabah yang Raib

PT Bank Tabungan Negara (Persero) atau BTN patuh dan taat hukum yang berlaku di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Chandra Asri Raih Pendapatan Bersih US$ 472 Juta

5 hari lalu

Chandra Asri Raih Pendapatan Bersih US$ 472 Juta

PT Chandra Asri Pacific Tbk. (Chandra Asri Group) meraih pendapatan bersih US$ 472 juta per kuartal I 2024.

Baca Selengkapnya

Pinjol Ilegal Makin Marak, Satgas Pasti Beberkan Tiga Pemicunya

5 hari lalu

Pinjol Ilegal Makin Marak, Satgas Pasti Beberkan Tiga Pemicunya

Satgas Pasti khawatir layanan pinjaman dana online atau pinjol baik yang resmi ataupun ilegal berkembang dan digemari masyarakat. Kenapa?

Baca Selengkapnya

OCBC NISP Cetak Laba Bersih Rp 1,17 Triliun di kuartal I 2024

6 hari lalu

OCBC NISP Cetak Laba Bersih Rp 1,17 Triliun di kuartal I 2024

PT Bank OCBC NISP Tbk. mencetak laba bersih yang naik 13 persen secara tahunan (year on year/YoY) menjadi sebesar Rp 1,17 triliun pada kuartal I 2024.

Baca Selengkapnya

Realisasi Kredit Bank Mandiri Kuartal I 2024 Tembus Rp 1.435 Triliun

6 hari lalu

Realisasi Kredit Bank Mandiri Kuartal I 2024 Tembus Rp 1.435 Triliun

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. telah menyalurkan kredit konsolidasi sebesar Rp 1.435 triliun pada kuartal I 2024.

Baca Selengkapnya

Kembangkan Pendanaan UKM, OJK Dorong Pemanfaatan Securities Crowdfunding

7 hari lalu

Kembangkan Pendanaan UKM, OJK Dorong Pemanfaatan Securities Crowdfunding

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) antara lain dengan memanfaatkan securities crowdfunding.

Baca Selengkapnya