Lanjutkan Pembahasan RUU Minerba, DPR DInilai Utamakan Investor

Senin, 11 Mei 2020 20:01 WIB

Produksi batu bara Indonesia masih sesuai rencana kerja pemegang izin pertambangan minerba. Data Ditjen Minerba pada 2018 mencatat, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Minerba Rp 50 triliun, melampaui target Rp 32,1 triliun.

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi masyarakat sipil #BersihkanIndonesia menilai keputusan Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah untuk melanjutkan pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-undang Mineral dan Batu Bara atau Minerba adalah bukti para anggota dewan dan pemerintah lebih mewakili kepentingan investor batu bara dibandingkan mendengarkan aspirasi rakyat.

"Alih-alih memprioritaskan penyelamatan rakyat di tengah krisis pandemi Covid-19, DPR-Pemerintah justru menyediakan jaminan atau bailout dan memfasilitasi perlindungan bagi korporasi tambang," dilansir dari keterangan tertulis tanggal 11 Mei 2020 dengan penanggung jawab Aryanto Nugroho dari Publish What You Pay Indonesia, Iqbal Damanik dari Auriga Nusantara, Edo Rakhman dari Eksekutif Nasional WALHI, dan Merah Johansyah dari JATAM Nasional.

Koalisi masyarakat pun menyoroti pernyataan Ketua Panitia Kerja RUU Minerba, Bambang Wuryanto yang menyatakan banjir aspirasi publik kepada DPR yang justru dianggap sebagai teror. Padahal, menurut mereka, rapat-rapat yang digelar oleh Panitia Kerja (Panja) RUU Minerba selama ini dilakukan melalui sidang-sidang tertutup dan tidak membuka ruang bagi masukan masyarakat.

"Justru sebaliknya, pembahasan yang dilakukan diam-diam, nir-partisipasi dan melanjutkan naskah yang dipenuhi pasal bermasalah adalah teror sesungguhnya oleh pemerintah dan DPR terhadap warga terdampak di lingkar pertambangan dan industri batu bara," tulis mereka.

Di sisi lain, ada empat hal penting dalam RUU Minerba dan prosesnya, yang disoroti oleh koalisi masyarakat, antara lain RUU Minerba sebagai bentuk jaminan dari pemerintah untuk melindungi pengusaha. Mereka juga menduga ada kelonggaran lain yang disiapkan untuk para pengusaha, misalnya wacana usulan pemotongan tarif royalti yang harus dibayar kepada negara dan sejumlah insentif lainnya bagi perusahaan.

Di samping itu, proses pembahasan dan pengesahan RUU Minerba dinilai cacat prosedur dan hukum. Pasalnya, proses itu dianggap melanggar tata cara penyusunan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UU 12/2011 dan peraturan DPR tentang tata tertib DPR, serta mengabaikan hak konstitusi warga negara yang dijamin dalam UUD 1945 pasal 28F.

Belum lagi, mereka juga menyoroti pasal-pasal dalam draf RUU Minerba yang dianggap memberi kemudahan bagi korporasi, antara lain perpanjangan otomatis bagi pemegang izin PKP2B tanpa pengurangan luas wilayah dan lelang. Pasal lainnya misalnya soal adanya definisi Wilayah Hukum Pertambangan yang akan mendorong eksploitasi tambang besar-besaran, bukan hanya di kawasan daratan tetap juga lautan yang bertentangan UU Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Poin lainnya yang menjadi sorotan koalisi masyarakat adalah sebanyak 90 persen isi dan komposisi RUU dinilai hanya mengakomodasi kepentingan pelaku industri batu bara. "Penambahan, penghapusan dan pengubahan pasal hanya berkaitan dengan kewenangan dan pengusahaan perizinan namun tidak secuil pun mengakomodasi kepentingan dari dampak industri pertambangan dan kepentingan rakyat di daerah tambang, masyarakat adat dan perempuan," tulis mereka.

Sebelumnya, Ketua Panitia Kerja Revisi Undang-undang Mineral dan Batu Bara yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR, Bambang Wuryanto, mempersilakan semua pihak yang nantinya masih berkeberatan dengan perubahan beleid tersebut agar mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

"Kalau ada yang kurang pas hasil UU-nya, dipersilakan bisa melalui judicial review. Tidak perlu melalui pesan WhatsApp yang dibombardir habis-habisan kepada kami anggota panja. itu mohon maaf, namanya teror," ujar dia dalam Rapat Komisi VII DPR bersama pemerintah, Senin, 11 Mei 2020.

Bambang mengatakan revisi beleid tersebut sejatinya sudah dipersiapkan sejak 2016 dan sudah memasuki tahap akhir pembahasan pada akhir periode pemerintahan yang lalu. ia pun memastikan sudah membicarakan revisi tersebut dengan baik. "Tidak ada DPR suka-suka, atau pemerintah suka-suka, ini mandat politik ada di kami berdua," ujar Bambang.

Berita terkait

Bamsoet Dorong Peningkatan Peran Politik Perempuan

13 jam lalu

Bamsoet Dorong Peningkatan Peran Politik Perempuan

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet, bekerjasama dengan Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) untuk meningkatkan edukasi politik bagi perempuan.

Baca Selengkapnya

Respons DPR atas Rencana Prabowo Bentuk Presidential Club

16 jam lalu

Respons DPR atas Rencana Prabowo Bentuk Presidential Club

Anggota DPR Saleh Partaonan Daulay menilai perlu usaha dan kesungguhan dari Prabowo untuk menciptakan presidential club.

Baca Selengkapnya

Anggota Dewan Minta Pemerintah Pertimbangkan Kenaikan Tarif KRL

1 hari lalu

Anggota Dewan Minta Pemerintah Pertimbangkan Kenaikan Tarif KRL

Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama mengatakan kenaikan tarif tidak boleh membebani mayoritas penumpang KRL

Baca Selengkapnya

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

3 hari lalu

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

Pemerintah akhirnya mengesahkan UU Desa terbaru yang telah diteken Jokowi dan diwacanakan perubahannya sejak Mei 2022. Apa saja aturan barunya?

Baca Selengkapnya

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

3 hari lalu

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

Permintaan para kepala desa agar masa jabatannya ditambah akhirnya dikabulkan pemerintah. Samakah hasilnya dengan UU Desa?

Baca Selengkapnya

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

3 hari lalu

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

KPU sebelumnya tidak menghadiri undangan rapat Komisi II DPR karena bertepatan dengan masa agenda sidang sengketa Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

3 hari lalu

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

4 hari lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

5 hari lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

5 hari lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya