Pemerintah Atur Pengendalian IMEI dengan Sistem Whitelist
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Rahma Tri
Minggu, 19 April 2020 17:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menerapkan aturan pengendalian International Mobile Equipment Identity (IMEI) per 18 April 2020. Penetapan aturan ini bertujuan untuk menekan penggunaan ponsel ilegal di Indonesia yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi negara dan masyarakat.
“Kementerian Perindustrian konsisten mendukung penerapan aturan tersebut. Hal ini guna mendorong industri ponsel di dalam negeri agar mampu memiliki daya saing yang tinggi dan penerimaan negara pada sektor ini dapat dioptimalkan,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi Kemenperin, Janu Suryanto dalam keterangan tertulis, Ahad, 19 April 2020.
Janu menjelaskan, penerapan kebijakan validasi IMEI, tidak terbatas pada ponsel namun juga pada semua perangkat elektronik yang tersambung ke jaringan seluler. Namun, perangkat yang terakses ke jaringan wifi tidak dikenai aturan ini.
Menurut Janu, yang masuk lingkup validasi IMEI adalah produk ponsel pintar, komputer genggam, dan tablet (HKT). Perangkat HKT yang sudah diaktifkan sebelum pemberlakuan aturan atau 18 April 2020 masih dapat digunakan walaupun merupakan barang black market (BM) karena peraturan ini tidak berlaku surut.
Dengan skema whitelist, HKT yang diaktifkan mulai tanggal itu akan langsung diverifikasi oleh mesin EIR (equipment identity register) yang dioperasikan oleh operator dan terhubung ke CEIR (central equipment identity registry). Apabila unit yang diaktifkan tidak terdaftar IMEI-nya, operator langsung memblokirnya. Selain Indonesia, negara yang menggunakan skema whitelist seperti ini adalah India, Australia, Mesir dan Turki.
“Karena itu, pembeli smartphone, komputer atau tablet secara offline sebaiknya melakukan pengecekan nomor IMEI-nya sebelum membayar," kata dia.
<!--more-->
Menurut Janu, kebijakan validasi IMEI diterapkan karena selama ini ponsel black market deras masuk Indonesia. Praktik ini berpotensi merugikan negara antara Rp 2 triliun sampai Rp 5 triliun.
Dengan validasi IMEI, diharapkan akan mengurangi penggunaan ponsel BM dan mendorong pertumbuhan industri ponsel dalam negeri. Kemenperin sebagai pembina industri dalam negeri terus berupaya mendorong produktivitas industri ponsel di Tanah Air dengan peluang pertumbuhannya yang sangat besar.
Dia menilai pemberlakuan regulasi ini sangat penting karena diperkirakan terdapat 9-10 juta unit ponsel ilegal yang beredar tiap tahun. Bagi industri, hal ini berdampak hilangnya lapangan pekerjaan serta terjadi depresiasi pabrik dan komponen lokal hingga 10 persen dari biaya langsung produksi atau setara Rp 2,25 triliun.
Sedangkan potensi kerugian penerimaan negara dari pajak karena peredaran ponsel black market sebesar Rp2,81 triliun per tahun. “Selain itu, masyarakat yang menggunakan ponsel BM juga berisiko tidak mendapat layanan service center resmi apabila mengalami kerusakan, keamanan produk juga tidak terjamin,” ujar dia.
Beleid mengenai validasi IMEI tertuang pada Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 29 tahun 2019 tentang Sistem Basis Data Identitas Perangkat Telekomunikasi Bergerak serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 1 tahun 2020 tentang Pengendalian Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang Tersambung ke Jaringan Bergerak Seluler Melalui Identifikasi International Mobile Equipment Identity (IMEI).
Selain itu, aturan ini terintegrasi dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 78 tahun 2019 tentang Perubahan Permendag Nomor 38 Tahun 2019 tentang Ketentuan Petunjuk Penggunaan dan Jaminan Layanan Purna Jual Bagi Produk Elektronika dan Produk Telematika. “Hal ini juga sekaligus untuk menegaskan bahwa pelaksanaan aturan ini tetap berjalan sesuai jadwal, karena bila ditunda akan berakibat buruk terhadap ekosistem industri dan konsumen," ujarnya.