Kartu Prakerja Dikritik, PMO: Program Utama Corona Tetap Bansos
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rahma Tri
Kamis, 16 April 2020 13:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Komunikasi Program Kartu Prakerja (PMO) Panji Winanteya Ruky menjawab kritik dari sejumlah pihak terkait program ini. Panji mengatakan, sejatinya program yang berkali-kali didengungkan dalam kampanye pilpres Jokowi ini hanya segelintir stimulus yang disiapkan pemerintah untuk menangani virus corona.
"On top program (penyelamatan) untuk (virus corona) tetap jaminan sosial atau bantuan sosial eksisting," tuturnya kepada Tempo, Kamis, 16 April 2020.
Ia merinci, dari Rp 405 triliun anggaran yang disiapkan pemerintah, sebagian besar, yakni Rp 110 triliun, merujuk pada bantuan langsung seperti pemberian kartu sembako, bantuan program keluarga harapan, dan subsidi listrik. Sedangkan Kartu Prakerja hanya sebagian kecil di dalamnya.
Adapun sisanya sebesar Rp 70 triliun ialah untuk keringanan pajak dan kredit usaha rakyat. Kemudian, Rp 150 triliun untuk restrukturisasi kredit dan pemulihan ekonomi serta Rp 25 triliun untuk persiapan bahan pangan.
Panji mengatakan, pelatihan dalam program Kartu Prakerja ini dimaksudkan untuk menyiapkan pekerja di masa pemulihan wabah corona. Pekerja, kata dia, diharapkan dapat meningkatkan kualitas yang diperlukan oleh industri seumpama kondisi telah membaik.
<!--more-->
Di samping memberikan bantuan pelatihan, Panji memastikan penerima manfaat Kartu Prakerja juga akan memperoleh biaya hidup atau modal usaha. Ihwal pengalihan skema pelatihan kartu prakerja yang dianggap tidak efektif, Panji menyerahkan hal tersebut kepada Komite Cipta Kerja dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, sebelumnya menilai pemerintah gagal paham dalam mengambil kebijakan kartu prakerja di masa pandemi. Musababnya, ia menilai penganggur yang terkena imbas lesunya industri akibat virus corona bukan lagi pekerja baru yang membutuhkan pelatihan.
Karena itu, menurut Enny, untuk menjaga perekonomian di tengah maraknya PHK, pemerintah semestinya berfokus menjaga konsumsi. Sebab, berdasarkan struktur perekonomian Indonesia, kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi domestik.
Menurut Enny, pemerintah semestinya bisa menambah anggaran bantuan itu dari dana Kartu Prakerja. Maksudnya, anggaran senilai Rp 5,6 triliun untuk pelatihan dari total anggaran Rp 20 triliun Kartu Prakerja sebaiknya direalokasikan ke bantuan langsung. Bantuan langsung ini dianggap lebih tepat sasaran dan jelas pemanfaatannya ketimbang Kartu Prakerja yang sifatnya masih trial and error atau uji coba.
"Jadi, dalam kondisi darurat, respons pemerintah semestinya bukan business as usual. Tidak usah bikin kebijakan yang trial and error. Sebab, kebijakan yang jauh lebih efektif seperti jaring pengaman sosial untuk menggerakkan ekonomi saja sudah ada," tutur Enny.