Direktur Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko Kementerian Keuanan Luky Alfirman saat meluncurkan surat utang berharga negara (SBN) syariah seri Sukuk Tabungn ST-003 di Restoran Bunga Rampai, Jakarta Pusat, Jumat 1 Februari 2019. TEMPO/Dias Prasongko
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman mengatakan realisasi belanja Indonesia setiap tahunnya selalu defisit. Untuk menutupi kekurangan anggaran belanja, pemerintah akan meminjam uang kepada investor luar negeri atau menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN).
"Dari pada kita pinjam uang dari luar atau investor yang besar, kenapa enggak masyarakat ikut berpartisipasi (dengan membeli SBN). Nah itu yang kami lakukan," kata dia si kawasan Senayan, Jakarta, Sabtu 29 Februari 2020.
Menurut catatan Kementerian Keuangan, pada 2019 pendapatan negara Rp 1.957 triliun. Sedangkan realiasi belanja pada tahun tersebut mencapai Rp 2.310 triliun. Oleh karena itu, kata Luky, pemerintah menerbitkan SBN untuk menutupi defisit anggaran agar program yang direncanakan tetap bisa berjalan dengan lancar.
Luky mengatakan, saat ini pemerintah mempunyai dua jenis SBN yakni konvensional dan syariah atau sukuk. Kementerian Keuangan juga menerbitkan surat utang negara dalam bentuk berbagai macam mata uang seperti dolar Amerika Serikat, Yen, dan Euro.
"Kami juga menerbitkan Global sukuk yang bersifat green jadi sukuk kami dalam mata uang US dolar yang berbasis pada proyek-proyek yang berbasis lingkungan," ujarnya.
Luky menuturkan, guna memperluas basis investor domestik, Kementerian Keuangan menerbitkan SBN dengan nominal yang bisa dijangkau masyarakat. "Nah itulah kenapa kita menerbitkan sukuk ritel," tuturnya.
Dia menjelaskan, bahwa dana yang terkumpul dari SBN, nantinya akan digunakan untuk program-program pembangunan pemerintah, seperti pembuatan infrastruktur, pendidikan dan masih banyak yang lainnya.
Luky mengatakan, masyarakat yang berinvestasi di SBN itu dijamin pemerintah. Sehingga instrumen ini sangat aman untuk ke depannya. Berbeda dengan saham yang selalu berfluktuasi mengikuti pasar. Namun Kementerian Keuangan tak memaksakan masyarakat, hal itu tergantung dari preferensi investasi setiap individu.
Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia
10 hari lalu
Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia
Bank DBS Indonesia meraih peringkat AAA National Long-Term Rating dan National Short-Term Rating of F1+ dari Fitch Ratings Indonesia atas kinerja keuangan yang baik.