Pengemudi ojek online tengah menunggu penumpang dikawasan Stasiun Juanda, Jakarta, Jumat, 14 Juni 2019. Aturan baru ojol ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019. Tempo/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR berencana melegalkan angkutan ojek berbasis daring atau ojek online melalui Revisi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ketua Komisi V DPR Lasarus mengatakan pihaknya sedang mengusulkan agar revisi beleid itu masuk dalam agenda program legislasi nasional alias Prolegnas 2020.
"Komisi V sudah sepakat agar revisi undang-undang ini dibahas dan dibuat kajian yang komprehensif," ujar Lasarus di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa, 21 Januari 2020.
Lasarus mengatakan, untuk mendorong pembaruan undang-undang itu masuk ke ranah pembahasan, Dewan mesti menempuh proses yang cukup panjang. Pertama, Dewan mengusulkan Revisi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 kepada Badan Legislasi atau Baleg.
Rencana revisi ini telah disorongkan kepada Baleg pada akhir 2019 lalu. Baleg lalu menyetujui dan mengusulkannya kepada Badan Musyawarah (Bamus) DPR. Saat ini, menurut Lasarus, posisi rencana revisi undang-undang itu telah berada di tangan Bamus.
Setelah digodok di Bamus, rencana revisi undang-undang akan dirapatkan dalam rapat paripurna DPR untuk disetujui legislator. Seandainya diketok, pimpinan dewan akan menyerahkan surat pemberitahuan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Kemudian, Presiden Jokowi akan menerbitkan Surpres atau surat presiden yang isinya menunjuk kementerian terkait untuk ikut dalam rapat pembahasan RUU. "Nah, saat itulah RUU itu mulai dibahas," ucapnya.
Adapun pembahasan RUU ini akan melibatkan sejumlah pihak. Selain regulator, DPR bakal mengajak masyarakat, mitra pengemudi, pakar, hingga aplikator untuk memberikan masukan.
Ihwal detail pasal yang akan direvisi, Lasarus saat ini belum dapat merincikannya. "Masih sangat dinamis. Kami masih akan melihat perkembangan dan menyesuaikan dengan kajian akademisnya," tuturnya.
Ketua Umum Perkumpulan Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia (PPTJDI) Igun Wicaksono mengatakan pihaknya sangat menantikan payung hukum yang melindungi operasional ojek daring. Ia juga meminta angkutan roda dua diperhitungkan sebagai bagian dari angkutan umum.
"Kami sampaikan ke Komisi V agar aturan ini ada undang-undangnya. Dasar hukum ini akan mendukung ekosistem ojek daring," tuturnya.
Sebelumnya, aturan terkait ojek online hanya dipayungi oleh dua beleid yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan. Pertama, Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pelindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor. Kedua, aturan terkait tarifnya diatur dalam peraturan turunan, yaitu Keputusan Menteri Perhubungan (KM) Nomor 348 Tahun 2019.