Pertamina Impor Migas Langsung, Erick: Hemat US$ 6 per Barel
Reporter
Eko Wahyudi
Editor
Rahma Tri
Minggu, 5 Januari 2020 19:56 WIB
TEMPO.CO, Tangerang - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan manfaat setelah PT Pertamina (Persero) tidak lagi menggunakan calo atau perantara dalam mengimpor minyak dan gas (migas). Ia menuturkan, dengan cara impor baru ini, Indonesia bisa menekan biaya yang dikeluarkan sampai US$ 6 per barel, jika dibandingkan dengan praktik impor yang lama.
"Harganya jelas lebih murah lima sampai enam dolar (per barel)," kata Erick Thohir usai meninjau posko banjir di kawasan Tangerang, Banten, Ahad, 5 Januqri 2020.
Efisiensi itu bisa diraih, karena Pertamina telah memberlakukan tender saat mengimpor migas, dan membeli minyak langsung kepada produsen migas. Dengan demikian, tidak ada lagi perantara yang membuat harga impor lebih mahal.
Erick Thohir mengklaim, selama ini praktik impor langsung tersebut belum pernah dilakukan. Padahal, kata dia, sistem ini sangat menguntungkan Indonesia.
"Kita sudah mulai tender bukan melalui trader tapi langsung kepada perusahaan yang menghasilkan minyak. Supaya kita bisa cut untuk memangkas margin yang tidak perlu," kata Erick.
Salah satunya, Indonesia membeli minyak langsung dari produsen perusahaan migas asal Perancis, Total.
Dengan membeli migas langsung kepada produsen, Erick pun tidak menutup kemungkinan untuk bekerja sama kembali dengan perantara migas. Asalkan, harga yang diberikan memang kompetitif, dan menjalankan transaksi yang jujur tanpa ada suap.
"Bukan berarti kita mengusir perantara. Selama harganya baik, transparan tidak sogok menyogok itu kita bisa apresiasi. Tapi mohon maaf, jika sengaja merusak pipa dan tangki itu juga harus dilawan. Tentu terus akan kita tekan dengan hal-hal lain," ujarnya.
Erick pun menuturkan, pemerintah telah berhasil menekan kebutuhan impor migas, karena telah adanya program alih fungsi minyak sawit yang biasa untuk rumah tangga, saat ini menjadi salah satu bahan dasar dalam membuat B30 (solar dengan 30 persen minyak sawit) sehingga bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
EKO WAHYUDI