Soal Natuna, Luhut Pandjaitan Usul Prabowo Beli Kapal Ocean Going
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Kodrat Setiawan
Sabtu, 4 Januari 2020 09:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan mengusulkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memperbesar kapal angkatan laut. Dengan demikian, keamanan di laut Indonesia lebih kuat, khususnya menyusul polemik dengan Cina di Perairan Natuna.
"Saya usul supaya ada kapal ocean going, karena kita belum pernah punya sejak republik ini merdeka," ujar dia di Kantor Kementerian Maritim dan Investasi, Jumat, 3 Januari 2020.
Ia mengusulkan Prabowo membeli kapal 138-140 meter frigate. Untuk oembeliannya, Luhut menyerahkan kewenangannya kepada Prabowo.
Di samping kapal Angkatan Laut, Luhut mengatakan Badan Keamanan Laut juga akan dilengkapi peralatannya. Sehingga nanti di Laut Natuna akan ada pangkalan Angkatan Laut, Bakamla, dan kapal perikanan.
Luhut sebelumnya mengatakan perkara kehadiran kapal penjaga pantai Cina di Perairan Utara Natuna tak perlu dibesar-besarkan. Sebab, di sisi lain, Indonesia juga memiliki kekurangan dalam penjagaan di zona ekonomi eksklusif. "Sebenarnya kita juga kekurangan kemampuan kapal untuk melakukan patroli di ZEE," ujar Luhut.
Saat ini, ia mengatakan coast guard Indonesia alias Bakamla atau Badan Keamanan Laut tengah diproses agar menjadi lebih baik. "Kalau kita tidak hadir kan orang hadir di tempat kita."
Ia mengatakan, salah satu perbaikan yang mesti dilakukan untuk memperkuat Bakamla ke depannya adalah dengan menambah kapal dan peralatannya. Karena itu, ia menyebut Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan adanya pembangunan lebih banyak kapal Bakamla untuk melakukan patroli.
<!--more-->
"Sebenarnya kita paling marah pada diri kita sendiri, karena kapal belum cukup," tutur Luhut. Kekurangan kapal itu pun sebelumnya sempat menyebabkan adanya kapal penyelundup nikel yang mengantre masuk ke Indonesia dan pengamanan Indonesia sedang bolong. "Semua kapal kita waktu itu ada di timur, sehingga di sana agak bolong."
Badan Keamanan Laut atau Bakamla sebelumnya menjelaskan adanya pelanggaran atas zona ekonomi eksklusif atau ZEE Indonesia, di perairan utara Natuna, pada Desember 2019. Bakamla menyebut kejadian ini bermula saat kapal penjaga pantai (coast guard) pemerintah Cina, muncul di perbatasan perairan.
"Pada 10 Desember, kami menghadang dan mengusir kapal itu. Terus tanggal 23 kapal itu masuk kembali, kapal coast guard dan beberapa kapal ikan dari Cina waktu itu," kata Direktur Operasi Laut Bakamla Nursyawal Embun.
Nursyawal mengatakan pada saat muncul di laut Indonesia, coast guard Cina menjaga beberapa kapal ikan yang sudah masuk di dalam ZEE Indonesia. Saat itu, keberadaan mereka diketahui oleh KM Tanjung Datu 301 milik Bakamla. Nursyawal mengatakan kapal Cina menolak saat diusir dengan beralasan mereka berada di wilayah perairan milik sendiri.
"Karena kita melihat dia ada dua kapal coast guard dan ada satu freegat (kapal perang) di jauh sana, jadi kita hanya shadowing saja. Kita kemudian laporan le komando atas," kata Nursyawal.
Pasca laporan Bakamla, pemerintah Indonesia lewat Kementerian Luar Negeri telah memanggil Duta Besar Cina untuk Indonesia kemarin. Indonesia melayangkan nota protes keras terhadap pemerintah Cina atas pelanggaran ini.
Pemerintah Indonesia pun secara tegas menolak klaim Cina atas perairan Natuna Utara yang mengacu pada Nine Dash-Line atau sembilan garis imajiner itu. Menteri Luar Negeri Retno Sumardi mengatakan klaim itu tidak berlandaskan hukum internasional yang diakui oleh Konvensi Hukum Laut PBB atau United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS).
CAESAR AKBAR