Libur Akhir Tahun, Penginapan Murah Diserbu Milenial
Reporter
Yohanes Paskalis
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 26 Desember 2019 06:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Para penyedia penginapan murah kebanjiran pemesanan selama liburan akhir tahun ini. Vice President Marketing Airy, perusahaan penginapan online, Ika Paramita, mengatakan entitasnya bisa mendongkrak okupansi properti mitra hingga 60-70 persen per bulan pada hari normal.
"Kami tak bisa sampaikan target saat Natal ini, tapi gambarannya pada Ramadan dan Lebaran lalu saat keterisian properti di flagship Airy sampai 70-100 persen," ucapnya kepada Tempo, Rabu 25 Desember 2019.
Sejak 2015, kata dia, Airy sudah merambah ke lebih dari dua ribu properti dengan ketersediaan 30 ribu kamar. Manajemen tak ingin melewatkan peluang pertumbuhan pasar pelancong milenial yang cenderung mencari penginapan berdurasi singkat dengan harga murah.
"Kata laporan Asia Travel Leaders Summit, wisatawan milenial Indonesia lebih memperhatikan. keterjangkauan harga dibandingkan mereka yang dari China, Singapura, dan India," katanya. Dia menambahkan bahwa pengguna jasa rela mengeluarkan biaya rata-rata Rp 100-300 ribu per malam.
Country Marketing Director RedDoorz Indonesia, Sandy Maulana, pun belum merincikan angka pasti peningkatan pemesanan mereka. Namun, menurut dia peningkatannya signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. 'Tren tahunan staycation atau berlibur singkat di dalam kota atau kota terdekat cukup digemari," tuturnya.
RedDoorz, kata dia, mengerahkan petugas tambahan dan memberikan varian harga untuk memikat pelanggan. "Penginapan kami sudah lebih dari 1.500 hotel di lebih dari 100 kota."
Tingginya minat terhadap penginapan murah diungkap dalam kajian Google, Temasek, serta Bain and Company bertajuk '2019 Year in Search Indonesia'. Google mencatat arus pencarian informasi mengenai lokasi 'staycation' untuk akhir pekan naik 3,4 kali pada tahun ini.
Aktivitas menginap tanpa keluar kota atau di wilayah yang dekat itu digemari lantaran hemat biaya dan waktu. Empat target pencarian utama 'staycation', menurut penelitian tersebut, mulai dari hotel bintang 4, hotel berdesain khusus (boutique hotel), hotel kelas suites, serta penginapan murah alias budget hotel.
<!--more-->
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan pertumbuhan penginapan murah bisa berkontribusi pada produk domestik bruto (PDB) daerah. "Konsumsi meningkat karena dana yang dibawa masyarakat kota ke wilayah wisata."
Meski begitu, dia menyebut bisnis tersebut perlahan menggusur keberadaan hotel bintang 1 dan bintang 2. "Karena kualitas dengan Airy dan sejenisnya bisa sama tapi harga berbeda jauh, pasti pasar akan memilih yang murah."
Wakil Ketua Umum Badan Pimpinan Pusat Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, Maulana Yusran, mengamini hal itu. Adapun hotel bintang 3 ke atas tak terganggu karena layanan yang lebih mewah telah memiliki pengguna loyal. "Tapi cara bisnis penginapan online ini tak sesuai Undang Undang 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan," ujarnya. "Mereka pakai kos-kosan dan apartemen unit, pajaknya berbeda dan jadi menyalahi persaingan bisnis akomodasi."
Para pengelola lokasi pelancongan prioritas yang belakangan disebut 'Bali Baru' pun tak ingin melewatkan pasar pengguna hotel murah. Staf Ahli Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Divisi Pengembangan Mandalika, Ari Surhendro, mengatakan timnya merencanakan pembangunan homestay dan penginapan nomadic dengan caravan. "Jadi memang ada rencana low cost hotel juga."