Kemendag: 14 Perjanjian Dagang Akan Selesai pada Tahun Depan
Reporter
Larissa Huda
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Rabu, 20 November 2019 06:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menargetkan 14 perjanjian dagang yang akan diselesaikan pada tahun depan. Sampai saat ini, kata dia, Kemendag terus melangsungkan perundingan dengan negara yang bersangkutan. “Kami sedang fokus pada perundingan. Selain itu, pertemuan dengan pelaku usaha juga penting,” ujar Agus, Selasa 19 November 2019.
Dalam komunikasi dengan pelaku usaha, Agus mengatakan telah mendapatkan masukan yang berkaitan dengan perdagangan internasional, akses pasar, dan juga peningkatakan kualitas produk dalam negeri. Selain itu, kata dia, pelaku usaha juga masih mengeluhkan aturan yang masih menghambat iklim usaha. Dalam waktu satu bulan ke depan, Agus mengevaluasi sejumlah kebijakan, seperti penyederhanaan aturan ekspor dan pengendalian impor.
Agus mengatakan nantinya Kemendag tak akan bekerja sendiri. Dalam hal perjanjian dagang, Kemendag akan membagi tugas dengan Kementerian Luar negeri. Agus mengatakan Kemenlu nantinya fokus pada diplomasi perdagangan, sementara pelaksanaan teknis –seperti menentukan kebijakan, akan di bawah kewenangan Kemendag. “Kami memastikan tidak akan ada overlapping. Jadi semacam tandem,” ujar Agus.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memprioritaskan lima perjanjian dagang. Perjian tersebut antarala lain perundingan Indonesia-Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA), Indonesia-Morocco Preferential Trade Agreement (IM-PTA), dan Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement (IP-PTA).
Kemudian, Indonesia-Bangladesh Preferential Trade Agreement (IB-PTA) dan Indonesia -Turki CEPA (IT-CEPA). Meski begitu, Agus mengatakan Kemendag tetap mengejar 14 perjanjian dagang pada tahun depan.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan isu kelesuan ekonomi saat ini sempat menjadi pembicaraan hangat dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-35 ASEAN di Bangkok beberapa waktu lalu, khususnya masalah investasi dan perdagangan.
Retno mengatakan dalam situasi ini investasi memiliki peran penting. Namun, kata dia, dalam implementasinya harus dilakukan dengan fokus pada produktivitas tinggi.
<!--more-->
Menurut dia, ada harapan bahwa keterbukaan ekonomi dan nilai multilateral masih dipertahankan. Dalam rangkaian KTT di Bangkok lalu, Retno mengatakan juga ada KTT Regional Economic Comprehensive Partnership (RCEP). Dalam pertemuan itu, kata dia, berhasil menghasilkan kesepakatan yang signifikan. “Secara esensial hampir semua akses pasar dapat diselesaikan oleh 15 negara. Para pemimpin negara meminta agar segera dilakukan legal scrubbing agar penandatangan RCEP bisa dilakukan pada 2020,” ujar Retno.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani menuturkan sinergi Kemendag dan Kemenlu bisa memberikan dorongan terhadap penetrasi pasar ekspor. Ia berharap peran duta besar turut berperan aktif dalam memberikan masukan kondisi perdagangan global. Pasalnya, kata dia, duta besar memiliki kedekatan informasi dengan negara terkait, mulai dari produk unggulan, pemain atau competitor, hingga pendekatan bisnisnya.
“Ini yang kami harapkan, sehingga bisa berfungsi sebagai market intelligent kita juga. Ini perubahan sangat cepat, sehingga ada kebijakan yang bisa diantisipasi,” tutur Rosan.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan untuk mendorong perdagangan dan investasi, pelaku usaha juga perlu melakukan reformasi pada institusi publik dan swasta yang bertanggung jawab atas promosi, perdagangan dan investasi melalui kajian-kajian dan penguatan riset pasar. Selain itu, Shinta meminta agar pemerintah melakukan studi kelayakan perjanjian dagang agar bisa menentukan posisi dan prioritas pemerintah.
Soal sinergi Kemendag-Kemenlu, Sinergi optimistis akan efektif mengejar diplomasi ekonomi dengan sejumlah negara di dunia. Saat Kemenlu getol dalam menjalankan lobi ekonomi, Shinta mengatakan Kemendag akan fokus agar kebijakan dalam negeri konsisten. “Dengan begitu, akan ada orang yang fokus pada diplomasi ekonomi yang semula hanya satu bagian saja. Tidak adanya juga semua jalan sendiri,” kata dia.