Nilai Ekonomi di Ubud Festival Lebih dari Rp 10 Miliar
Reporter
Made Argawa
Editor
Martha Warta Silaban
Selasa, 29 Oktober 2019 14:16 WIB
TEMPO.CO, Gianyar -Acara Ubud Writers and Readers Festival atau UWRF yang secara berkala digelar selama 16 tahun telah menghasilkan nilai ekonomi hingga mencapai Rp 10 miliar. Nilai ini terus tumbuh setiap tahunnya.
“Pada 2016 kami pernah menghitung, mulai dari tiket pesawat, tingkat hunian hotel dan biaya transportasi,” kata manajer program UWRF 2019, I Wayan Juniarta, Minggu, 27 Oktober 2019.
Tahun ini UWRF digelar selama lima hari sejak 23 hingga 27 Oktober, nilai Rp 10 miliar telah bertambah, namun Jun sapaan akrabnya, tidak bisa menyebutkan angka pasti peningkatan nilai ekonomi dari acara UWRF.
“Setiap tahun agenda untuk privat dinner dari hotel bertambah. Penulis dan pembicara UWRF diundang ke sana,” ujarnya. “Artinya jika bisnis tidak bagus, undangan privat dinner pasti tidak ada,”
Datangnya wisatawan saat gelaran UWRF sekaligus liburan juga menunjukkan jika acara tersebut memberikan dampak bagi masyarakat dan pemilik jasa wisata di wilayah Ubud. “Saling menguntungkan. UWRF berjalan dan mendukung industri pariwisata . Seperti inilah ekonomi kreatif,” ujarnya.
UWRF diselenggarakan pertama kali pada 2004 memiliki tujuan untuk memulihkan pariwisata Bali pasca tragedi bom. Acara ini digelar oleh Yayasan Swari Saraswati.
Selain itu, lanjut Jun, beberapa acara di UWRF memang dibuat gratis terutama untuk workshop yang menghadrikan seniman Bali. “Ada workshop membuat ogoh-ogoh dari bahan organik, pengunjungnya banyak,” ujarnya. Meski gratis, tapi pengunjung yang datang ke Ubud pasti mengeluarkan biaya akomodasi.
Beberapa acara diskusi dan workshop UWRF dikenakan biaya bagi pengunjung, harganya mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Biasanya mereka akan memesan beberapa hari sebelum acara. “Tahun ini paling banyak wisatawan Australia dan Singapura,” ujar Jun.
Ia melihat kedatangan wisatawan domestik asal Jakarta mengalami peningkatan. Jun menilai, hal itu mungkin karena mereka tertarik dengan pembicara yang dihadirkan. “Kami ada acara diskusi tentang sinema yang sekaligus menghadirkan Seno Gumira Ajidarma, Garin Nugroho, Leila S Chudori, Rayya Makarim dan Richard Oh,” katanya.
Pada 2020, Jun berencana lebih memberikan ruang tampil lebih bagi seniman dan sastrawan muda Bali. Ia melihat ada ketertarikan dari wisatawan ingin tahu tentang Bali secara lebih dalam. “Bali bukan hanya pariwisata eksotis, tempat ini juga banyak persoalan,” katanya.