UU Jaminan Produk Halal Berlaku, Ombudsman: Ada Maladministrasi
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 17 Oktober 2019 20:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Ombudsman Ahmad Suaedy menilai ada maladministrasi dalam penerapan Undang-undang Jaminan Produk Halal mulai 17 Oktober 2019. Sebab, hingga hari ini, pemerintah dinilai belum siap. Padahal, beleid itu sudah terbit sejak 2014 lalu.
"Kalau bahasa kami ada maladministrasi," ujar Ahmad dalam sambungan telepon kepada Tempo, Kamis, 17 Oktober 2019.
Karena, menurut Ahmad, seharusnya BPJPH (Badan Penyelenggara Produk Halal) segera dibentuk, lalu ada Peraturan Pemerintah, lalu Keputusan Menteri Agama soal tarif dan lainnya, auditor, hingga LPH (Lembaga Pemeriksa Halal). "Seharusnya dalam lima tahun disiapkan. Jadi kalau kami bilang ada maladministrasi karena sampai berlaku itu belum siap, pemerintah belum siap."
Ahmad berpendapat semestinya segala elemen dan skema penerapan jaminan produk halal ada dalam Peraturan Menteri Agama. Hanya saja, aturan tersebut lahir terlalu mepet dengan tanggal pemberlakuan jaminan produk halal. Imbasnya, hingga hari ini aturan lainnya yang terkait, seperti tarif sertifikasi produk halal yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan juga masih belum kelar.
"Jadi, PP-nya baru 3 bulan, BPJPH baru setahun yang lalu, jadi memang lambat sekali persiapannya. Padahal sudah diberi waktu lima tahun untuk mempersiapkan," kata Ahmad.
Ihwal persiapan Kementerian Agama itu sebenarnya sudah disoroti Ahmad sejak beberapa pekan terakhir. Pada akhir September 2019, ia menilai pemerintah belum siap betul untuk melaksanakan kebijakan jaminan produk halal tersebut.
Misalnya saja Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal yang baru ada di Jakarta. Padahal, mereka diperlukan hingga ke tingkat wilayah. "Katanya sedang dipersiapkan," ujar dia. Berdasarkan pengakuan BPJPH kepada Ombudsman, persoalan itu akan diatasi dengan adanya unit di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi.
Di samping itu, Ahmad melihat Lembaga Pemeriksa Halal yang jumlahnya masih terbatas. Saat ini LPH yang sudah siap adalah Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia alias LPPOM MUI. Meski, belum semua LPH tercatat memiliki laboratorium.
<!--more-->
Berikutnya, jumlah auditor halal yang tersedia di Indonesia pun dinilai belum cukup banyak untuk mencakupi kebutuhan sertifikasi di Tanah Air. "Kementerian Agama harus membuat pusat penelitian halal di perguruan tinggi, sekarang sudah ada 50 perguruan tinggi yang bekerja sama tapi belum produksi auditor," tutur Ahmad.
Dengan persiapan yang serba terburu-buru itu, Ahmad khawatir akan ada dampak negatif kepada pelaku usaha, khususnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. "Kalau secara UU kan harus berlaku mutlak hari ini di seluruh Indonesia. Tapi memang ada pasal di UU itu bertahap tapi harusnya itu dari 2014-2019, tapi kemudian di PP-nya bertahap ke depan."
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyebut hari ini, Kamis, 17 Oktober 2019, sebagai tanggal dimulainya ketentuan sertifikasi halal. Namun berlakunya beleid Jaminan Produk Halal itu tidak serta merta membuat sertifikasi halal langsung menjadi wajib.
"Jadi 17 Oktober 2019 itu tanggal dimulainya sertifikasi halal, bukan diwajibkannya sertifikasi halal. Kalau diwajibkan kan ada konsekuensi sanksi hukum," ujar Lukman.
Lukman mengatakan kewajiban itu baru berlaku setelah lima tahun dilalui masa pentahapan. Pada lima tahun pertama, pada 17 Oktober 2019 - 17 Oktober 2024, pemberlakuan sertifikasi halal itu baru dikhususkan untuk produk makanan dan minuman, serta produk dan jasa terkait keduanya. Sementara, untuk produk lainnya seperti obat dan kosmetik, belum diberlakukan.
"Nanti setelah lima tahun ini berlalu, baru ada penegakan hukum bagi produk makanan dan minuman yang tidak bersertifikat halal akan dikenai sanksi," tutur Lukman.
Ia membantah langkah tersebut sebagai kemunduran yang dilakukan pemerintah setelah Undang-undang Jaminan Produk Halal terbit pada 2014. "Ini cara kita secara persuasif menerapkan bagaimana perintah Undang-undang itu dilakukan. Karena, UU mengatakan pemberlakuan proses sertififikasi halal dilakukan 5 tahun sejak disahkannya UU."