Tempo.Co, Jakarta - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyebut hari ini, Kamis, 17 Oktober 2019, sebagai tanggal dimulainya ketentuan sertifikasi halal. Namun berlakunya beleid Jaminan Produk Halal itu tidak serta merta membuat sertifikasi halal langsung menjadi wajib.
"Jadi 17 Oktober 2019 itu tanggal dimulainya sertifikasi halal, bukan diwajibkannya sertifikasi halal. Kalau diwajibkan kan ada konsekuensi sanksi hukum," ujar Lukman di Kantor Badan Pusat Statistik, Jakarta Kamis, 17 Oktober 2019.
Lukman mengatakan kewajiban itu baru berlaku setelah lima tahun dilalui masa pentahapan. Pada lima tahun pertama, pada 17 Oktober 2019 - 17 Oktober 2024, pemberlakuan sertifikasi halal itu baru dikhususkan untuk produk makanan dan minuman, serta produk dan jasa terkait keduanya. Sementara, untuk produk lainnya seperti obat dan kosmetik, belum diberlakukan.
"Nanti setelah lima tahun ini berlalu, baru ada penegakan hukum bagi produk makanan dan minuman yang tidak bersertifikat halal akan dikenai sanksi," tutur Lukman.
Ia membantah langkah tersebut sebagai kemunduran yang dilakukan pemerintah setelah Undang-undang Jaminan Produk Halal terbit pada 2014. "Ini cara kita secara persuasif menerapkan bagaimana perintah Undang-undang itu dilakukan. Karena, UU mengatakan pemberlakuan proses sertififikasi halal dilakukan 5 tahun sejak disahkannya UU."
Kementerian Agama akan menggantikan Majelis Ulama Indonesia atau MUI dalam menerbitkan label halal, mulai hari ini. Kemenag lewat Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal atau BPJPH akan mengambil alih kewenangan yang sebelumnya dipegang oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI.
Lukman sebelumnya mengatakan ada perbedaan substansial dari pemindahan kewenangan ini. Selama ini, Lukman mengatakan sertifikasi halal yang dilakukan MUI sifatnya suka rela. "Nah sekarang ini mandatory karena sudah diatur oleh Undang-Undang, dan dilakukan oleh negara melalui BPJPH," kata dia.
Meski begitu, Lukman mengatakan MUI masih tetap memiliki kewenangan dalam menentukan halal atau tidaknya suatu produk. Fatwa kehalalan masih menjadi kewenangan MUI.
Selain itu, Lukman juga menyebut MUI masih memiliki kewenangan untuk mengeluarkan sertifikasi bagi auditor halal. "Karena setiap lembaga pemeriksa halal itu harus memiliki auditornya. Nah setiap auditor harus bekerja setelah dia mendapatkan sertifikat dan itu dikeluarkan oleh MUI," kata Lukman.