Bos IMF: Ada Risiko Serius Perlambatan Ekonomi Akan Menyebar

Senin, 14 Oktober 2019 11:25 WIB

Pekerja tengah menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu, 9 Januari 2019. Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi global bakal melambat menjadi 2,9 persen pada tahun 2019. Angka itu turun dibandingkan dari pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 3 persen pada 2018. TEMPO/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Bos baru Dana Moneter Internasional atau IMF, Kristalina Georgieva, memperkirakan perekonomian global yang tengah goyah bakal meluas. "Saya melihat adanya risiko serius bahwa perlambatan akan menyebar," ujar beberapa waktu lalu, dikutip melalui Bloomberg, Ahad, 13 Oktober 2019.

IMF diperkirakan memangkas perkiraan pertumbuhan global 2019 dari proyeksi sebelumnya pada kisaran 3,2 persen, yang merupakan laju terendah sejak 2009. Sementara pelacak produk domestik bruto global Bloomberg Economics menunjukkan laju ekspansi telah melambat menjadi 2,2 persen pada kuartal ketiga, turun dari 4,7 persen pada awal 2018.

Kekhawatiran perlambatan tetap ada meskipun pada akhir pekan lalu sempat ada sinyal positif setelah perundingan dagang Amerika Serikat dan Cina ditutup dengan perjanjian dagang parsial. Tak hanya itu, juga muncul tanda-tanda bahwa Inggris akan mencapai kesepakatan Brexit dengan Uni Eropa.

Perdebatan tentang seberapa dekat ekonomi global dengan risiko resesi pertamanya sejak 2009 diperkirakan menjadi bahasan utama banyak pihak. Sejumlah diskusi penting diagendakan pada pekan ini, di antaranya pertemuan tahunan IMF) dengan Bank Dunia yang dijadwalkan bertempat di Washington.

Advertising
Advertising

Di sisi lain, pedagang obligasi dilanda kekhawatiran, di mana obligasi senilai US$ 14 triliun memiliki imbal hasil negatif. Sebaliknya, investor ekuitas telah mendorong MSCI World Index naik 14 persen tahun ini.

Tom Orlik, Kepala Ekonom di Bloomberg Economics, mengatakan banyak yang harus diperbaiki agar dunia terhindari dari perlambatan besar. Perang dagang, pelemahan manufaktur, isu geopolitik, tekanan pada profit, pengetatan kebijakan moneter, dan pemerintah yang kurang aktif bergerak merupakan sejumlah alasan yang patut diperhatikan untuk menghadapi risiko perlambatan yang meluas.

Tidak diragukan lagi, produsen adalah korban perang dagang terbesar, dan aktivitas global telah mengalami kontraksi selama 5 bulan berturut-turut. Yang menjadi perhatian khusus adalah sektor mobil yang memberi hambatan untuk ekonomi Jerman dan Jepang yang sangat bergantung dengan ekspor.

<!--more-->

Sementara itu, pertumbuhan laba global terhenti pada kuartal kedua, menekan kepercayaan bisnis dan menyebabkan pemotongan dalam pengeluaran modal di seluruh dunia. "Bahayanya adalah bahwa perusahaan keuntungannya berkurang selanjutnya akan memangkas jumlah tenaga kerja mereka, hingga mengurangi kepercayaan diri konsumen dan minat belanja," kata Orlik seperti dikutip melalui Bloomberg.

Kebijakan moneter mungkin lebih longgar daripada pada awal tahun, tetapi bank sentral kekurangan amunisi dan dalam beberapa kasus mungkin terlalu lambat untuk bertindak. The Fed telah memangkas suku bunganya sebanyak dua kali sepanjang tahun ini, sementara suku bunga acuan Bank Sentral Eropa dan Jepang sudah berada di titik negatif.

IMF adalah satu di antara lembaga internasional lainnya yang mendesak pemerintah untuk melonggarkan anggaran, tetapi sejumlah tanda menunjukkan bahwa kebijakan fiskal akan bersifat reaktif bukan proaktif. Di samping hal-hal yang perlu dikhawatirkan, ada kabar baik yang setidaknya dapat menjaga suasana di pasar keuangan tidak begitu tegang.

Sebuah model yang dibuat oleh Bloomberg Economies memperkirakan peluang resesi AS tahun depan hanya 25 persen. Jika ekonomi Amerika tetap mampu berdiri tegak, mereka akan menjadi penopang bagi masalah di tempat lain. AS juga merupakan perekonomian yang lebih tertutup daripada yang lain, artinya mereka dapat melanjutkan ekspansi bahkan jika perdagangan global terpukul.

Dari segi moneter, The Fed telah memangkas suku bunganya dan ada kemungkinan penurunan lanjutan bulan ini. ECB dan BOJ juga telah mengeluarkan beberapa program stimulus untuk menopang ekonomi.

Selain itu, bank sentral lain di India, Australia, Korea Selatan, Afrika Selatan dan Brasil juga telah mengurangi suku bunga acuan mereka. Meskipun butuh waktu untuk memperlihatkan efeknya, kebijakan moneter akan tetap memberikan dukungan pertumbuhan.

BISNIS

Berita terkait

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

3 hari lalu

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

Sri Mulyani menyebut perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini bakal relatif stagnan dengan berbagai risiko dan tantangan yang berkembang.

Baca Selengkapnya

Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.185, Analis: The Fed Membatalkan Kenaikan Suku Bunga

4 hari lalu

Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.185, Analis: The Fed Membatalkan Kenaikan Suku Bunga

Data inflasi bulan April dinilai bisa memberikan sentimen positif untuk rupiah bila hasilnya masih di kisaran 3,0 persen year on year.

Baca Selengkapnya

Menguak Peran Vitamin D Sebagai Asupan Penting Sehari-hari

5 hari lalu

Menguak Peran Vitamin D Sebagai Asupan Penting Sehari-hari

Vitamin D memiliki peran dalam menjaga pertumbuhan otot dan tulang yang optimal dengan absorbsi kalsium di saluran cerna.

Baca Selengkapnya

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

6 hari lalu

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

Kurs rupiah dalam perdagangan hari ini ditutup melemah 4 poin ke level Rp 16.259 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

6 hari lalu

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

Menteri Keuangan Sri Mulyani menemui Wakil Presiden Maruf Amin untuk melaporkan hasil pertemuan IMF-World Bank Spring Meeting dan G20 yang saya hadiri di Washington DC. pekan lalu. Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani pun membahas mitigasi dampak geopolitik di Timur Tengah.

Baca Selengkapnya

Rangkuman Poin Kehadiran Sri Mulyani di Forum IMF-World Bank

7 hari lalu

Rangkuman Poin Kehadiran Sri Mulyani di Forum IMF-World Bank

Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan terdapat tiga hal utama dari pertemuan tersebut, yaitu outlook dan risiko ekonomi global.

Baca Selengkapnya

Laba Bersih BTN Kuartal I 2024 Tumbuh 7,4 Persen, Tembus Rp 860 M

10 hari lalu

Laba Bersih BTN Kuartal I 2024 Tumbuh 7,4 Persen, Tembus Rp 860 M

BTN mencatat pertumbuhan laba bersih sebesar 7,4 persen menjadi Rp 860 miliar pada kuartal I 2024.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

10 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

10 hari lalu

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

Analis Ibrahim Assuaibi, memperkirakan rupiah hari ini fluktuatif dan akan ditutup menguat pada rentang Rp 16.150 sampai Rp 16.220 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

11 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya