Larangan Ekspor Nikel Dipercepat, Indef: Defisit Terancam Melebar
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Rabu, 2 Oktober 2019 20:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan percepatan larangan ekspor nikel berpotensi menyebabkan persoalan baru berupa defisit neraca perdagangan.
"Karena ekspor bakal drop bahkan nol," ujar dia di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa, 2 Oktober 2019. Berdasarkan data, sejak Januari sampai Juli 2019 ekspor nikel Indonesia bernilai US$ 362 juta. Sehingga, Tauhid mempertanyakan hilangnya potensi pendapatan itu sebanding dengan nilai tambah yang diperoleh Tanah Air dengan adanya kebijakan tersebut.
Belum lagi, dengan larangan ekspor itu, Tauhid memprediksi harga nikel dunia akan terdongkrak naik. Mengingat, Indonesia adalah salah satu penyuplai utama nikel dunia. Kenaikan harga tersebut dikhawatirkan bisa memicu keinginan pengusaha untuk melakukan ekspor ilegal.
"Seperti dulu saat pelarangan ekspor kayu bulat kan ekspor ilegal meningkat."
Larangan ekspor nikel , ujar Tauhid, sudah membuat dunia bereaksi, salah satunya Uni Eropa yang akan melakukan gugatan kepada Organisasi Perdagangan Dunia alias WTO. "Karena ini mempengaruhi harga nikel hingga pasar saham yang terkait dengan kita," kata dia.
Di samping itu, Tauhid mengingatkan bahwa untuk memperoleh manfaat dari larangan nikel itu, Indonesia juga memiliki sejumlah tantangan. Misalnya, selama ini bijih nikel di dalam negeri sebagian besar diolah dengan teknologi peleburan yang menghasilkan feronikel dan NPI, bahan baku stainless steel.
<!--more-->
Indonesia belum menghasilkan nikel sulfat untuk bahan baku baterai. Keterkaitan antara hulu dan hilir industri nikel Indonesia, kata dia, juga masih belum terbangun.
Kepala Subdirektorat Pengawasan Usaha Eksplorasi Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Andri Budhiman Firmanto mengatakan kontribusi penjualan biji nikel berkadar rendah itu tidak sebanding dengan manfaat yang akan diperoleh negara ke depannya.
Selain itu, pelarangan ekspor nikel untuk diolah di dalam negeri juga berkaitan dengan momentum yang dimiliki Indonesia.
"Coba bayangkan kalau biji kadar rendah ini masih diekspor ternyata industri kendaran listrik sudah berdiri di Cina, jadi momentum itu yang enggak mungkin terjadi dua kali," ujar Andry.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menuturkan alasan pemerintah untuk menerbitkan aturan yang melarang ekspor biji nikel atau ore mulai 1 Januari 2020. Dia mengatakan langkah ini dilakukan supaya industri nikel bisa memiliki nilai tambah.
"Ya kami kan usahakan nilai tambah, dan nilai tambah untuk ekspor kan bagus. Jadi ekspor kita akan meningkat drastis dengan mengolah nikel itu di dalam negeri," kata Luhut ditemui usai menjadi pembicara dalam acara peluncuran buku berjudul 'Agus Martowardojo Pembawa Perubahan' di Kompleks Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Senin 2 September 2019.
CAESAR AKBAR | DIAS PRASONGKO