Korporasi Berpotensi Gagal Bayar Utang, Kemenkeu Anggap Normal

Reporter

Fajar Pebrianto

Editor

Rahma Tri

Rabu, 2 Oktober 2019 14:46 WIB

Direktur Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko Kementerian Keuanan Luky Alfirman saat meluncurkan surat utang berharga negara (SBN) syariah seri Sukuk Tabungn ST-003 di Restoran Bunga Rampai, Jakarta Pusat, Jumat 1 Februari 2019. TEMPO/Dias Prasongko

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan, Luky Alfirman, memastikan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) selalu mewaspadai potensi gagal bayar utang dari korporasi di Indonesia. Hal ini yang semula diperingatkan oleh lembaga pemeringkat utang internasional Moody's Investor Service.

Sampai saat ini, kata Luky, kondisi sistem keuangan yang dipantau oleh KSSK masih terpantau normal. “Insyaallah masih (normal),” kata dia saat ditemui dalam acara peluncuran surat utang ORI016 di The Goods Dinner, SCBD, Jakarta Selatan, Rabu, 2 Oktober 2019.

Luky mengatakan, Bank Indonesia sebagai anggota KSSK saat ini sudah memiliki aturan kewajiban transaksi lindung nilai atau hedging untuk memantau utang korporasi. Menurut dia, kewajiban hedging ini sudah cukup efektif untuk memitigasi risiko gagal bayar utang dari korporasi di tanah air. “Itu sudah terkontrol,” kata dia.

Sebelumnya pada 30 September 2019, Moody's menerbitkan laporan berjudul Risks from Leveraged Corporates Grow as Macroeconomic Conditions Worsen. Dalam laporan ini, Moody’s menyatakan Indonesia masuk dalam negara yang memiliki risiko gagal bayar tertinggi. Indonesia bersama India dilaporkan masuk dalam 13 negara di Asia Pasifik yang memiliki risiko gagal bayar yang tinggi.

Luky menambahkan, salah satu upaya yang saat ini dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan memperbanyak penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) ritel, seperti obligasi ORI016 yang diterbitkan Kementerian Keuangan pada hari ini. Dengan demikian, jumlah investor dalam negeri bisa semakin meningkat. Selain itu, Kemenkeu, sebagai anggota KSSK, juga melakukan pengaturan di pasar valuta asing.

Advertising
Advertising

Moody’s sebenarnya bukanlah yang pertama. Sebulan sebelumnya, firma konsultan global McKinsey & Co juga memberi peringatan serupa. McKinsey mencatat, ada tiga kondisi fundamental yang mengalami tekanan di negara-negara Asia, termasuk Indonesia.

Salah satunya yaitu di sektor riil, di mana perusahaan-perusahaan di kawasan ini dalam kondisi yang sulit untuk memenuhi kewajiban utang mereka. Di Australia dan Korea Selatan, utang-utang ini bahkan telah menumpuk ke level yang cukup tinggi.

Saat itu, Luky juga memberikan jawaban yang sama yaitu BI telah memiliki kewajiban hedging untuk memitigasi risiko gagal bayar utang oleh koorporasi ini. Adapun aturan mengenai hedging ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 16 Tahun 2014 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank yang berlaku sejak 1 Januari 2015.

FAJAR PEBRIANTO

Berita terkait

Daftar Kasus Viral yang Menyeret Bea Cukai, Terbaru: Alat Paralayang Milik Atlet Ditahan

1 hari lalu

Daftar Kasus Viral yang Menyeret Bea Cukai, Terbaru: Alat Paralayang Milik Atlet Ditahan

Direktorat Jenderal Bea Cukai Kemenkeu kembali terseret kasus saat menangani barang impor masyarakat. Berikut beberapa kasus viral tersebut.

Baca Selengkapnya

Kemenkeu Berhentikan Kepala Bea Cukai Purwakarta, Berikut Profil Rahmady Effendy dan Kasusnya Soal LHKPN

2 hari lalu

Kemenkeu Berhentikan Kepala Bea Cukai Purwakarta, Berikut Profil Rahmady Effendy dan Kasusnya Soal LHKPN

Kepala Bea Cukai Purwakarta Effendy Rahmady dituduh melaporkan hartanya dengan tidak benar dalam LHKPN. Apa yang membuatnya diberhentikan Kemenkeu?

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Rapat dengan Anak Buahnya, Bahas Perbaikan Institusi Bea Cukai

4 hari lalu

Sri Mulyani Rapat dengan Anak Buahnya, Bahas Perbaikan Institusi Bea Cukai

Menkeu Sri Mulyani Indrawati menggelar rapat bersama pejabat eselon I Kemenkeu dan para pimpinan Bea Cukai pada Senin siang, 13 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Apakah Orang yang Terlilit Pinjol Sulit Mengajukan Pinjaman di Bank?

5 hari lalu

Apakah Orang yang Terlilit Pinjol Sulit Mengajukan Pinjaman di Bank?

OJK melaporkan banyak orang terlilit pinjol dan paylater. Lantas, apakah orang terlilit pinjol masih bisa mengajukan pinjaman di bank?

Baca Selengkapnya

Ramai Peti Jenazah Kena Bea Masuk 30 Persen, Kemenkeu: Tak Ada Penetapan Pungutan

6 hari lalu

Ramai Peti Jenazah Kena Bea Masuk 30 Persen, Kemenkeu: Tak Ada Penetapan Pungutan

Kementerian Keuangan memastikan peti jenazah tidak termasuk dalam barang yang dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor

Baca Selengkapnya

Cadangan Devisa RI Akhir April 2024 Anjlok Menjadi USD 136,2 Miliar

10 hari lalu

Cadangan Devisa RI Akhir April 2024 Anjlok Menjadi USD 136,2 Miliar

Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Baca Selengkapnya

Cerita Warga tentang Kontraktor Pembangunan Masjid Al Barkah Jakarta Timur yang Mangkrak: Punya Banyak Utang

10 hari lalu

Cerita Warga tentang Kontraktor Pembangunan Masjid Al Barkah Jakarta Timur yang Mangkrak: Punya Banyak Utang

Ahsan Hariri, kontraktor pembangunan gedung baru Masjid Al Barkah di Cakung, Jakarta Timur, dikabarkan puunya banyak utang.

Baca Selengkapnya

Jerman Minta Cina Bantu Negara-Negara Miskin yang Terjebak Utang

11 hari lalu

Jerman Minta Cina Bantu Negara-Negara Miskin yang Terjebak Utang

Kanselir Jerman Olaf Scholz meminta Cina memainkan peran lebih besar dalam membantu negara-negara miskin yang terjebak utang.

Baca Selengkapnya

LPEI Ekspor sampai Belanda dan Korea Selatan lewat Desa Devisa Gula Aren Maros

11 hari lalu

LPEI Ekspor sampai Belanda dan Korea Selatan lewat Desa Devisa Gula Aren Maros

LPEI melalui Desa Devisa Gula Aren Maros mengekspor gula aren ke Belanda dan Korea Selatan.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Serap Rp 7,025 Triliun dari Lelang Surat Utang SBSN

12 hari lalu

Pemerintah Serap Rp 7,025 Triliun dari Lelang Surat Utang SBSN

Pemerintah menyerap dana sebesar Rp 7,025 triliun dari pelelangan tujuh seri surat utang yakni Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Baca Selengkapnya