Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers APBN KiTa di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin, 26 Agustus 2019. Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per 31 Juli 2019 sebesar Rp183,7 triliun atau 1,14 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). TEMPO/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan aspirasi masyarakat perlu didengarkan. Sehingga, ia berharap saluran-saluran suara dan politik masyarakat tetap terjaga di koridor-koridor yang telah disepakati.
"Kalau pun mau menyuarakan, dia perlu kita dengarkan dan tentu kita harapkan tidak anarkis atau tidak terjadi kerusuhan," ujar dia di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin, 30 September 2019.
Sri Mulyani mengatakan dinamika politik yang terjadi belakangan ini memang menggambarkan aspirasi-aspirasi yang muncul dari berbagai lapisan masyarakat. Itu sebabnya, ia berharap saluran-saluran politik bisa terjaga.
Dia mengatakan pemerintah juga mesti menyampaikan kepada masyarakat apa yang sudah dilakukan.Sehingga, masyarakat tidak memiliki kesenjangan dari sisi informasi. "Kalau pilihan mereka bisa saja berbeda karena pilihan banyak sekali, dan di dalam negara apalagi sebesar Indonesia, negara kecil pun Anda bisa punya pilihan policy bermacam-macam."
Di sisi lain, dia berharap dinamika politik ke depannya bisa tetap terjaga dan terkelola dengan baik. Sehingga, muncul kesepakatan dan keinginan yang memang sesuai dengan rambu-rambu konstitusi, peraturan perundang-undangan.
"Karena kepastian ini, orang bisa berbeda pendapat, namun saluran-saluran yang digunakan dan mekanisme yang ada itu sesuai dengan mekanisme yang ada sehingga kemudian dia menimbulkan kepastian," tutur dia. "Karena kalau tidak dia akan memunculkan ketidakpastian yang akan memberikan dampak yang jauh lebih luas dari sekadar demo ini."
Hari ini, mahasiswa dari berbagai universitas dan elemen masyarakat berencana menggelar aksi yang bertepatan dengan rapat paripurna terakhir DPR RI masa kerja 2014-2019. Undangan untuk mengikuti aksi bertajuk #ReformasiDikorupsi disampaikan terbuka melalui media sosial.
Pada unjuk rasa 24 September lalu, mahasiswa menuntut pembatalan pengesahan sejumlah Undang-Undang seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, UU Pemasyarakatan dan UU Pertanahan. Mereka juga mendesak Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) guna membatalkan perubahan Undang-Undang KPK yang sudah disahkan Dewan. UU KPK itu dinilai bakal melemahkan lembaga antirasuah.