Perhimpunan Rumah Sakit Tagih Utang BPJS Kesehatan Rp 6,5 Triliun
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 12 September 2019 20:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Kompartemen Jaminan Sosial Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), Odang Muchtar, menagih utang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan. Lembaga penyelenggara jaminan kesehatan disebut Odang, telah menunggak pembayaran sekitar Rp 6,5 triliun kepada beberapa rumah sakit di seluruh Indonesia.
"Intinya jangan dibayar lebih dari empat bulan," ujar Odang di Kantor Ombudsman, Jakarta, Kamis, 12 September 2019. Perihal utang itu kembali diungkit kala Ombudsman meminta masukan soal rencana kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan.
Odang mengatakan tunggakan BPJS Kesehatan lebih dari empat bulan bisa membuat rumah sakit berpotensi stunting atau kurang sehat kondisi keuangannya. Kalau itu terjadi, maka rumah sakit memiliki banyak tanggungan misalnya untuk pembelian obat-obatan.
Odang mengatakan rumah sakit mesti menjaga kualitas layanan kesehatan, meski pembayaran BPJS Kesehatan masih menunggak. "Kondisi sekarang itu rumah sakit tidak terjadi pelemahan pelayanan itu pasti kita lakukan karena tersendiri sesuai UU Rumah Sakit," ujar dia.
Sehingga, kalau berbicara soal rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan, kata Odang, semestinya tidak dikaitkan dengan peningkatan kualitas rumah sakit. "JKN itu bukan jual beli makanan kaya jual beli tiket bioskop, artinya iuran naik pelayanan naik enggak begitu, karena iuran itu sudah lama juga nggak naik sudah 3-4 tahun."
<!--more-->
Atas keluhan Persi, juru bicara BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf membenarkan adanya tunggakan tersebut. Ia lantas mengatakan kerja sama antara lembaganya dengan rumah sakit bersifat saling menguntungkan. Ada pasal-pasal yang telah disepakati dua belah pihak, termasuk soal jika terjadi keterlambatan pembayaran.
"Karena di regulasi JKN-KIS sudah diatur ada denda ganti rugi yang harus dibayarkan oleh BPJS Kesehatan," ujar dia. "Makanya kita mengapresiasi langkah pemerintah untuk melakukan penyesuaian iuran untuk mengatasi permasalahan ini."
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo memastikan premi iuran untuk peserta mandiri Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan atau BPJS Kesehatan kelas I dan II bakal naik mulai 1 Januari 2020. Ia mengatakan kebijakan tersebut akan diatur dalam peraturan presiden atau perpres.
“Kami akan sosialisasikan dulu kepada masyarakat,” ujarnya saat ditemui seusai menggelar rapat dengan Komisi IX dan XI DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 2 September 2019.
Mardiasmo menjelaskan, besaran kenaikan iuran kelas I dan II sesuai dengan yang diusulkan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sebelumnya, Sri Mulyani meminta iuran kelas I naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu. Sedangkan iuran kelas II naik dari Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu.
Adapun kenaikan iuran peserta mandiri kelas III masih ditangguhkan lantaran rencana itu ditolak oleh DPR. DPR meminta kenaikan iuran ditunda sampai pemerintah melakukan pembenahan data atau data cleansing bagi peserta penerima jaminan kesehatan nasional atau JKN.
Sesuai hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan tahun 2018, saat ini masih ada 10.654.539 peserta JKN yang bermasalah. DPR khawatir ada masyarakat miskin yang masih terdaftar sebagai peserta mandiri JKN kelas III.
CAESAR AKBAR | FRANCISCA CHRISTY