Uni Eropa Halangi Sawit RI, Menteri Darmin: karena Kalah Saing
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rahma Tri
Rabu, 31 Juli 2019 12:11 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan Uni Eropa habis-habisan menghalangi masuknya produk kelapa sawit (CPO) Indonesia lantaran produk minyak nabatinya kalah bersaing. Upaya teranyar Uni Eropa adalah dengan mengenakan bea masuk atas produk biodiesel Indonesia.
"Kalau dibuka dan diadu (minyak nabati-nya) dia pasti kalah, tetapi negaranya tidak bisa menanam sawit, makanya terjadi upaya habis-habisan untuk menghalangi kelapa sawit," kata Darmin dalam diskusi 'Menciptakan Industri Sawit yang Berkelanjutan' yang diselenggarakan Tempo Media Group dan Kadin Indonesia di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu, 31 Juli 2019.
Saat ini, minyak sawit Indonesia memang harus berhadapan dengan beberapa produk minyak nabati produksi sejumlah negara maju, seperti minyak kedelai, minyak bunga matahari, dan minyak rapeseed. Namun ternyata, produktivitas dari kebun-kebun itu masih kalah jauh dari kebun kelapa sawit.
Berdasarkan angka produktivitas, minyak yang dihasilkan kebun kedelai hanya sekitar 0,4 ton per hektare. Sementara kebun bunga matahari produksinya 0,6 ton per hektare, dan rapeseed 0,7 ton per hektare. Adapun produktivitas kelapa sawit mencapai 4 ton per hektare. "Itu produktivitasnya bisa enam hingga sepuluh kali yang lain," ujar Darmin.
<!--more-->
Baru-baru ini, Uni Eropa mengenakan bea masuk sebesar 8-18 persen untuk produk biodiesel asal Indonesia. Kebijakan itu berlaku sementara per 6 September 2019, dan ditetapkan secara definitif per 4 Januari 2020 dengan masa berlaku selama 5 tahun.
Biodiesel Indonesia dikenai bea masuk karena UE menuding Indonesia menerapkan praktik subsidi untuk produk bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) itu. Pengenaan tarif impor ini merupakan buntut dari sengketa biodiesel antara Indonesia dan UE selama 7 tahun terakhir.
Persoalan sengketa sawit dengan Uni Eropa bukan baru kali ini terjadi. Kala menyadari minyak nabati negaranya kalah saing, Darmin mengatakan Uni Eropa langung melayangkan gugatan ke Organisasi Dagang Dunia alias World Trade Organization atau WTO.
Tuduhan yang disampaikan sama, bahwa Indonesia memberi subsidi kepada industri sawit melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit. "Kita ke WTO dan pada 2018 menang, bagaimana bisa BPDP disebut subsidi? Itu kan kita pungut dan ada akuntasinya benar," kata Darmin. Uni Eropa, kata dia, tak bisa membuktikan Indonesia memberi subsidi terhadap sawit.
Lolos dari tuduhan itu, Uni Eropa kembali melakukan upaya membatasi masuknya produk kelapa sawit dengan penerapan RED II. Hal yang dipermasalahkan adalah lantaran perkebunan kelapa sawit disebut tumbuh di atas perubahan penggunaan lahan dan merusak lingkungan. Sehingga, produk sawit masuk ke dalam risiko tinggi.
CAESAR AKBAR