Sama dengan The Fed, BI Juga Pertahankan Suku Bunga Acuan
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Rahma Tri
Kamis, 20 Juni 2019 16:10 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Juni 2019 memutuskan mempertahankan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 6,00 persen. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Onny Widjanarko mengatakan hal itu untuk menambah ketersediaan likuiditas perbankan dalam pembiayaan ekonomi.
Baca juga: BI: Cadangan Devisa Mei Turun Jadi 120,3 Miliar Dolar AS
"Bank Indonesia terus mencermati kondisi pasar keuangan global dan stabilitas eksternal perekonomian Indonesia dalam mempertimbangkan penurunan suku bunga kebijakan, sejalan dengan rendahnya inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri," kata Onny dalam keterangan tertulis, Kamis, 20 Juni 2019.
Selain mempertahankan suku bunga acuan BI7-day Reverse Repo Rate, BI juga menetapkan suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen. Bank Indonesia juga memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah sebesar 50 bps sehingga masing-masing menjadi 6,0 persen dan 4,5 persen, dengan GWM Rerata masing-masing tetap sebesar 3,0 persen, berlaku efektif pada 1 Juli 2019.
Menurut Onny, strategi operasi moneter tetap diarahkan untuk memastikan ketersediaan likuiditas di pasar uang. Kebijakan makroprudensial juga tetap akomodatif untuk mendorong penyaluran kredit perbankan dan memperluas pembiayaan bagi perekonomian.
Selain itu, kata Onny, kebijakan sistem pembayaran dan pendalaman pasar keuangan terus diperkuat guna mendukung pertumbuhan ekonomi.
<!--more-->
Koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait terus dipererat untuk mempertahankan stabilitas ekonomi, mendorong permintaan domestik, serta meningkatkan ekspor, pariwisata, dan aliran masuk modal asing.
Dia juga mengatakan eskalasi ketegangan hubungan dagang yang meningkat makin memengaruhi dinamika perekonomian global. Ketegangan hubungan dagang makin nyata menurunkan volume perdagangan dunia dan memperlambat pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara. "Perekonomian AS diperkirakan tumbuh lebih rendah akibat ekspor yang menurun, stimulus fiskal yang terbatas, serta keyakinan pelaku ekonomi yang belum kuat," ujar Onny.
Sebelumnya, Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed) juga memutuskan tidak mengubah suku bunga acuan atau Fed Funds Rate (FFR). Hasil rapat Federal Open Market Committee pada Rabu waktu setempat (Kamis dinihari WIB), suku bunga acuan The Fed tetap pada kisaran 2,25 persen hingga 2,5 persen.
Dalam konferensi pers setelah penentuan suku bunga, Gubernur The Fed Jerome Powell mencatat bahwa kemajuan dalam pembicaraan perdagangan telah berubah menjadi ketidakpastian dan banyak pejabat Fed melihat perlunya ada kebijakan yang lebih akomodatif.
Sementara itu, ekonom Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah telah memprediksi bahwa BI belum akan menurunkan suku bunga. Dia meyakini, BI masih memastikan terlebih dahulu perkembangan global khususnya arah kebijakan The Fed apakah akan menurunkan suku bunga atau masih menahan suku bunga.
Baca juga: BI Beri Sinyal Turunkan Suku Bunga, Bagaimana Respons Perbankan?
"BI harus cermat menganalisis karena kesalahan kebijakan akan berdampak besar kepada Rupiah," kata Piter.
Kalau The Fed menahan suku bunga, dia yakin BI belum akan menurunkan suku bunga. Menurut Piter, memang penurunan suku bunga sangat diharapkan oleh pasar untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Namun sesungguhnya, kata dia, BI masih bisa membantu pertumbuhan ekonomi walaupun suku bunga tidak diturunkan.
HENDARTYO HANGGI