Gaji PNS Naik, Kuasa Hukum Prabowo: Bukti Kecurangan Sistematik

Jumat, 14 Juni 2019 13:56 WIB

Ketua tim kuasa hukum Prabowo - Sandi, Bambang Widjojanto membacakan berkas gugatan versi perbaikan dalam sidang perdana PHPU sengketa Pilpres, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat, 14 Juni 2019. Bambang lanjut membaca berkas gugatan versi perbaikan kendati sempat diinterupsi oleh tim kuasa hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

TEMPO.CO, Jakarta - Kenaikan gaji pegawai negeri sipil atau kenaikan gaji PNS dipersoalkan Ketua Tim Kuasa Hukum pasangan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto. Hal ini disampaikan dalam sidang perdana oleh Mahkamah Konstitusi (Sidang MK) yang berlangsung pada hari ini.

Baca: Sri Mulyani Pastikan Gaji ke-13 PNS Cair 1 Juli 2019

Bambang menyebutkan hal tersebut saat membacakan pokok permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019. Ia menyebutkan kenaikan gaji PNS sebagai contoh bentuk kecurangan secara terstruktur, sistematik, dan masif (TSM) yang dilakukan oleh kubu pasangan calon presiden nomor urut 01 Jokowi - Ma'ruf Amin.

Salah satu indikasi kuat ada penyalahgunaan kekuasaan dan anggaran negara tersebut, menurut Bambang, terlihat jelas dari inkonsistensi cara berfikir dan kebijakan terkait perlunya kenaikan gaji PNS. Di satu sisi, dalam kapasitasnya sebagai Presiden, Joko Widodo menjanjikan kenaikan gaji PNS dan pensiunan PNS yang dibayarkan secara rapel pada pertengahan April 2019 menjelang hari pencoblosan.

Namun, pada kesempatan debat sebagai calon presiden pada 17 Januari 2019, Jokowi justru menolak ide kenaikan gaji tersebut sebagai bagian dari reformasi birokrasi. "Kita tahu gaji PNS kita, ASN kita, sekarang ini menurut saya sudah cukup dengan tambahan tunjangan kinerja yang sudah besar," kata Bambang Widjojanto menirukan ucapan Jokowi, dalam sidang MK, Jakarta, Jumat, 14 Juni 2019.

Advertising
Advertising

Bambang menilai paling tidak patut diduga dengan alur logika yang wajar, bertujuan untuk mempengaruhi penerima manfaat baik secara langsung ataupun tidak langsung dari program kerja tersebut, yang kebanyakan tidak lain adalah para pemilih dan keluarganya, agar lebih memilih capres nomor urut 01.

"Ini tidak lain dan tidak bukan menunjukkan secara nyata -- atau paling tidak dengan
logika berpikir yang rasional dan wajar -- bahwa kenaikan gaji PNS dan pensiunan PNS bukanlah bagian dari kebijakan jangka panjang pemerintahan Jokowi. Namun, lebih merupakan kebijakan jangka pendek dan pragmatis Presiden Petahana Joko Widodo yang juga Capres Paslon 01," kata Bambang.

Kecurangan pemilu (electoral fraud) ini, menurut Bambang, dilakukan secara sistematis karena direncanakan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi. Di antaranya disahkan dengan instrumen UU APBN, dan dasar hukumnya masing-masing.

Pembahasan APBN diawali dengan perencanaan yang sangat matang, yang melibatkan beberapa Kementerian yang berada di bawah kendali Presiden selaku calon petahana, yaitu Kementerian Keuangan dan Bappenas sebagai leading sector, dan seluruh
Kementerian dan Lembaga sektoral dengan rencana anggarannya masing-masing.

Sehingga dengan demikian penyusunan APBN untuk kepentingan pemenangan Paslon 01 jelas dilakukan secara sistematis, dalam artian direncanakan secara matang, tersusun dan bahkan sangat rapi. "Dengan sifatnya yang TSM tersebut di atas, maka penyalahgunaan anggaran dan program kerja negara tersebut adalah modus lain money politics atau lebih tepatnya vote buying," kata Bambang.

Soal kenaikan gaji dan pensiun pokok PNS sekitar 5 persen sudah dilontarkan Presiden Jokowi saat membacakan pidato Nota Keuangan dan Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019 di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus 2018.

Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan kenaikan gaji PNS bukan untuk kepentingan politis, melainkan program rutin. Pasalnya, kenaikan gaji ini merupakan tunjangan kinerja bagi PNS yang mempunyai prestasi baik di pemerintahan pusat maupun daerah. "Tidak bersifat politis, itu hal rutin saja," kata JK, Selasa, 12 Maret 2019.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menjelaskan bahwa kenaikan gaji PNS tersebut dirapel dan dibayarkan per April 2019 karena Undang-undang APBN dimulai per bulan Januari. "Karena UU APBN kan mulai Januari," kata Menteri Keuangan Kantor Pelayanan Pajak Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, Jakarta, Rabu, 13 Maret 2019.

Baca: Sri Mulyani Jelaskan Kenapa Kenaikan Gaji PNS 2019 Dirapel

Kenaikan gaji PNS diatur dalam Undang-undang (UU) APBN 2019 yang disahkan oleh DPR pada Oktober 2018. Meski baru dibayarkan pada bulan April, besar kenaikan gaji PNS itu mencakup kenaikan gaji dari Januari-April. "Baru untuk Mei dan selanjutnya dibayarkan per bulan sesuai waktu pembayaran gajinya," kata Sri Mulyani.

BISNIS | HENDARTYO HANGGI | EGI ADITYAMA

Berita terkait

Respons Politikus PDIP soal Keinginan Prabowo Bentuk Presidential Club

4 jam lalu

Respons Politikus PDIP soal Keinginan Prabowo Bentuk Presidential Club

Politikus Senior PDIP, Andreas Hugo Pareira, merespons soal keinginan Prabowo Subianto yang membentuk presidential club atau klub kepresidenan.

Baca Selengkapnya

Sekjen Gerindra Tepis Anggapan Jokowi Jadi Penghalang Pertemuan Prabowo dan Megawati

5 jam lalu

Sekjen Gerindra Tepis Anggapan Jokowi Jadi Penghalang Pertemuan Prabowo dan Megawati

Justru, kata Muzani, Presiden Jokowi lah yang mendorong terselenggaranya pertemuan antara Prabowo dan Megawati.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Ide Prabowo Bentuk Presidential Club Bagus, tapi Ada Problem

6 jam lalu

Pengamat Sebut Ide Prabowo Bentuk Presidential Club Bagus, tapi Ada Problem

Pengamat Politik Adi Prayitno menilai pembentukan presidential club memiliki dua tujuan.

Baca Selengkapnya

Gagasan Presidential Club Prabowo Disebut Bisa Cegah Tumbuhnya Brutus di Sekeliling Presiden

6 jam lalu

Gagasan Presidential Club Prabowo Disebut Bisa Cegah Tumbuhnya Brutus di Sekeliling Presiden

Partai Demokrat menyoroti mimpi SBY setahun lalu yang serupa dengan keinginan Prabowo membuat presidential club.

Baca Selengkapnya

Jokowi Teken UU Desa, Pengamat Soroti Anggaran hingga Potensi Politik Dinasti

7 jam lalu

Jokowi Teken UU Desa, Pengamat Soroti Anggaran hingga Potensi Politik Dinasti

Salah satu poin penting dalam UU Desa tersebut adalah soal masa jabatan kepala desa selama 8 tahun dan dapat dipilih lagi untuk periode kedua,

Baca Selengkapnya

NasDem dan PKB Dukung Prabowo, Zulhas: Biasa Saja, Masyarakat Jangan Baper

10 jam lalu

NasDem dan PKB Dukung Prabowo, Zulhas: Biasa Saja, Masyarakat Jangan Baper

Zulhas menganggap dukungan dari NasDem dan PKB ke Prabowo sebagai sesuatu yang biasa saja. Ia mengimbau masyarakat tak baper.

Baca Selengkapnya

Prabowo Ingin Bentuk Presidential Club, Demokrat: Gagasan Politik Tingkat Tinggi

10 jam lalu

Prabowo Ingin Bentuk Presidential Club, Demokrat: Gagasan Politik Tingkat Tinggi

Politikus Demokrat anggap gagasan Prabowo Subianto yang ingin membentuk Presidential Club sebagai politik tingkat tinggi.

Baca Selengkapnya

Ulas Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Pakar Khawatir Hukum Ketinggalan dari Perkembangan Masyarakat

11 jam lalu

Ulas Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Pakar Khawatir Hukum Ketinggalan dari Perkembangan Masyarakat

Ni'matul Huda, menilai pernyataan hakim MK Arsul Sani soal dalil politisasi bansos tak dapat dibuktikan tak bisa diterima.

Baca Selengkapnya

Membedah 5 Poin Krusial dalam UU Desa yang Baru

11 jam lalu

Membedah 5 Poin Krusial dalam UU Desa yang Baru

Beleid itu menyatakan uang pensiun sebagai salah satu hak kepala desa. Namun, besaran tunjangan tersebut tidak ditentukan dalam UU Desa.

Baca Selengkapnya

Relawan Jokowi Imbau PDIP Tak Cari Kambing Hitam Setelah Ganjar-Mahfud Kalah Pilpres

12 jam lalu

Relawan Jokowi Imbau PDIP Tak Cari Kambing Hitam Setelah Ganjar-Mahfud Kalah Pilpres

Panel Barus, mengatakan setelah Ganjar-Mahfud meraih suara paling rendah, PDIP cenderung menyalahkan Jokowi atas hal tersebut.

Baca Selengkapnya