Pengembangan Biofuel Terancan Gagal

Reporter

Editor

Selasa, 8 April 2008 03:11 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Proyek pengembangan bahan bakar nabati (BBN) yang digagas pemerintah terancam gagal setelah PT Pertamina (Persero) menguragi bahan baku biofuel menjadi satu persen. Pengurangan kompenen bahan bakar nabati akibat tingginya harga bahan baku seperti minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Sebelumnya, kandungan biofuel fatty acid methyl ester (FAME) yang digunakan Pertamina sebesar lima persen pada 2006. Namun, pertengahan tahun lalu perusahaan minyak milik pemerintah itu kembali mengurangi kadar nabati pada bahan bakar minyak menjadi 2,5 persen. Kini komponen nabati tinggal satu persen. Juru bicara Pertamina Wisnuntoro mengatakan, pengurangan nabati pada bahan bakar minyak tersebut mulai dilakukan pada Mei mendatang. "Mulai bulan depan," ujarnya kepada Tempo, Senin (7/4). Pertamina selama ini menjual biofuel dengan merek biosolar kepada konsumen sebesar Rp 4.300 per liter. Padahal harga pasar biosolar telah mencapai sekitar Rp 9.000 per liter. Sedangkan bahan bakar minyak jenis premium dan pertamax menggunakan bioethanol. Sekretaris Tim Nasional Bahan Bakar Nabati Evita Legowo mengatakan, Pertamina komitmen untuk tetap menjual biofuel. "Menurut saya wajar dong dikurangi, Pertamina kan juga mau untung," ujarnya. Menurut dia, Pertamina kemungkinan akan tetap mempertahankan bahan bakar nabati jenis bioethanol yang digunakan premium dan pertamax. "Saat ini harga bioethanoldi bawah harga minyak mentah di pasar Singapura," katanya. Produksi bioethanol saat ini sekitar 100 ribu kiloliter. Pada 2010-2011 ditargetkan produksi dari semua produsen 2,5 juta kiloliter Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 10 Tahun 2006 pada 24 Juli 2006. Ketua Pelaksana diketuai Alhilal Hamdi. Tim pengarah terdiri dari menteri dan kepala lembaga pemerintah nondepartemen. Sedangkan kelompok kerja diketuai direktur jenderal, direktur utama badan usaha milik negara dengan anggota pejabat pemerintah eselon 1 dan direksi perusahaan negara. Seharusnya dengan keterlibatan seluruh pejabat pemerintahan dan badan usaha milik negara, berbagai hambatan program nasional tersebut bisa diatasi dengan cepat. Apalagi biaya yang dikeluarkan oleh negara mencapai ratusan miliar untuk sosialisasi dan pengembagan biofuel. Namun, hingga kini pengembangan biofuel masih dijalan di tempat. Hal ini terlihat masih minimnya perusahaan milik negara atau swasta yang berinvestasi dalam program tersebut. Bahkan kalangan industri swasta meminta pemerintah mengeluarkan regulasi mandatory yang mengharuskan minimal kendaraan menggunakan satu persen biofuel, insentif berupa penghapusan pajak pertambahan nilai dan subsidi. Menurut Evita, permintaan mandatory bisa keluar pada tahun ini. Namun, mengenai subsidi pemerintah menyatakan keberatan. Dia mengatakan, kalangan industri bisa memanfaatkan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2007 tentang Pajak Penghasilan. ALI NUR YASIN | NIEKE INDRIETTA

Berita terkait

Uni Eropa Diprotes, Bio Diesel Indonesia Disebut Terlalu Murah

5 September 2019

Uni Eropa Diprotes, Bio Diesel Indonesia Disebut Terlalu Murah

Bio Diesel dari Indonesia sudah terkena tarif bea masuk 18 persen.

Baca Selengkapnya

Bahan Bakar Biodiesel B30 Diuji Kehandalan dengan Jarak 640 KM

15 Agustus 2019

Bahan Bakar Biodiesel B30 Diuji Kehandalan dengan Jarak 640 KM

Biodiesel B30 telah sukses uji coba start ability di Dieng, Jawa Tengah pada Rabu 14 Agustus 2019.

Baca Selengkapnya

Soal Penerapan B30, Mitsubishi: Kami Sudah Fokus ke Euro 4

15 Desember 2018

Soal Penerapan B30, Mitsubishi: Kami Sudah Fokus ke Euro 4

Mitsubishi mengklaim sudah siap menerapkan B20 sejak 2016 atau 2 tahun sebelum diberlakukan pada September 2018.

Baca Selengkapnya

Pertamina Uji Komparasi Bahan Bakar Mesin Diesel 20 Ribu Km

22 November 2017

Pertamina Uji Komparasi Bahan Bakar Mesin Diesel 20 Ribu Km

Pengujian menggunakan 2 bus sejaus 20 ribu kilometer dengan rute Pulo Gebang - Pekalongan dan Cikarang -Pekalongan.

Baca Selengkapnya

Februari Ini Harga Biodiesel Naik Rp 131 per Liter  

2 Februari 2017

Februari Ini Harga Biodiesel Naik Rp 131 per Liter  

Harga indeks pasar (HIP) bahan bakar biodiesel Februari 2017 kembali naik hingga menyentuh angka Rp 9.493 per liter.

Baca Selengkapnya

Tahun Depan, Biodiesel Disalurkan 5 Juta Kiloliter

10 Oktober 2015

Tahun Depan, Biodiesel Disalurkan 5 Juta Kiloliter

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menargetkan campuran bahan bakar nabati pada solar mencapai 20 persen pada tahun depan.

Baca Selengkapnya

Penggunaan Biodiesel Bakal Capai 4 Juta Kiloliter

13 Januari 2014

Penggunaan Biodiesel Bakal Capai 4 Juta Kiloliter

PLN akan ikut membeli biodiesel.

Baca Selengkapnya

Solar di Indonesia Barat Sudah Dicampur Biodiesel

12 September 2013

Solar di Indonesia Barat Sudah Dicampur Biodiesel

Kadar biodiesel ditetapkan 10 persen.

Baca Selengkapnya

Harga Nyamplung Rendah, Petani Malas Menjual

6 Maret 2012

Harga Nyamplung Rendah, Petani Malas Menjual

"Petani nyamplung enggan menjual produknya ke tempat produksi karena satu kilogram hanya dibeli Rp 1.000."

Baca Selengkapnya

Produsen Biofuel Berharap Kepastian Usaha

9 Juli 2009

Produsen Biofuel Berharap Kepastian Usaha

Presiden terpilih diharapkan segera mensahkan revisi peraturan presiden nomor 71 tahun 2005 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu.

Baca Selengkapnya