TEMPO.CO, Jakarta - Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Maluku mengatakan urgensi Maluku untuk memiliki prinsip pembangunan yang ramah investasi. Prinsip tersebut, kata dia, sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan.
Baca juga: Bappenas: Soal Ekspor, RI Kalah dari Malaysia, Thailand, Vietnam
“Janji utama yang ditunggu masyarakat adalah janji untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran. Pemerintah Provinsi Maluku harus mengurangi pengangguran dengan cara menciptakan lapangan kerja, yang hanya bisa tercipta jika ada investasi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri," kata Bambang dalam keterangan tertulis, Selasa, 9 April 2019.
Bambang mengatakan dengan adanya lapangan pekerjaan, akan ada banyak orang yang tadinya tidak memiliki pendapatan, kemudian mendapat upah. Sehingga, menurut dia, masyarakat yang tadinya berada tergolong miskin, menjadi tidak lagi berada dalam golongan tersebut.
Selain menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan meningkatkan investasi, kata Bambang, Maluku harus fokus untuk merevitalisasi pertanian agar bangkit kembali sebagai produsen rempah-rempah yang melegenda. Selain itu, hilirisasi pertambangan dinilai sangat penting sehingga nilai tambah komoditas pertambangan tetap bisa dinikmati di dalam negeri.
Terkait transformasi sektor jasa, terutama di pariwisata, menurut Bambang, Maluku berpotensi besar untuk mendorong perekonomian dengan perencanaan Masterplan Kawasan Wisata Maluku yang mencakup seluruh Maluku sebagai satu kesatuan. Dia yakin langkah strategis tersebut, jika dilaksanakan dengan cermat, tepat, dan akurat, mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Maluku menuju level lebih tinggi.
Bambang mengatakan pertumbuhan ekonomi Maluku di periode 2014-2018 selalu lebih tinggi dibandingkan nasional dan meningkat dalam dua tahun terakhir. Sumber pertumbuhan utamanya berasal dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor perdagangan besar dan eceran, sektor administrasi pemerintahan, pertanahan dan jaminan sosial wajib, dan sektor jasa pendidikan.
Sebagai kontributor terbesar perekonomian Maluku, kata dia, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menurun dengan tingkat pertumbuhan fluktuatif. Sebaliknya, sektor perdagangan besar dan eceran serta administrasi pemerintah cenderung meningkat.
"Dari 2010-2016, nilai ekspor Maluku menurun. Sebelum 2016, minyak bumi dan ikan mendominasi produk ekspor Maluku, namun menurun sejak 2014. Sebaliknya perkapalan menjadi produk utama ekspor Maluku sejak 2015,” ujarnya.
Adapun, kata Bambang, dalam mendukung capaian target nasional pada 2020, target pembangunan Maluku meliputi pertumbuhan ekonomi minimal 5,96 persen, tingkat kemiskinan provinsi maksimal 17,02 persen, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) provinsi maksimal 6,84 persen, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) provinsi minimal 70,14. Dia mengatakan, angka kemiskinan Maluku masih lebih tinggi dari rata-rata nasional. Rata-rata pengurangan kemiskinan Maluku dalam lima tahun terakhir sebesar 0,28 persen, lebih rendah dari nasional 0,36 persen.
"Hampir seluruh kabupaten/kota di Maluku berada di atas nasional, kecuali Kota Ambon yang memiliki angka kemiskinan paling rendah di Maluku. Angka kemiskinan tertinggi berada di Kabupaten Maluku Barat Daya, disusul Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Kabupaten Kepulauan Aru," kata Kepala Bappenas tersebut.