Imlek 2019, Sebagian Besar Saham Asia Perpanjang Kenaikan

Reporter

Antara

Selasa, 5 Februari 2019 09:52 WIB

Pegawai Sekuritas mengamati pergerakan saham perusahaan di Jakarta, 20 Oktober 2014. IHSG ditutup menguat bahkan menjadi kenaikan tertinggi di Asia pada hari ini. ANTARA/OJT/Dyah Dwi Astuti

TEMPO.CO, Jakarta - Imlek 2019, Data terakhir AS dan perubahan sikap "dovish" Federal Reserve terus mengangkat saham-saham Asia pada perdagangan Selasa, 5 Februari 2019, sementara dolar AS mempertahankan kendali atas mata uang pesaingnya.

BACA:Harga Emas Tergelincir, Ini Sebabnya

Indeks Nikkei Jepang naik 0,4 persen sebelum menghapus keuntungannya, sementara indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang naik 0,3 persen.

Saham-saham Australia melonjak 1,95 persen, dengan sektor keuangan yang sudah lama melonjak akibat "short-covering" setelah penyelidikan khusus yang ditunjuk pemerintah mengecam sektor keuangan Australia atas pelanggaran, tetapi mempertahankan struktur bank-bank kuat di negara itu di tempat.

Di tempat lain di Asia, perdagangan tipis, karena pasar di Cina yang lebih besar, Korea Selatan, Singapura dan Indonesia semuanya ditutup untuk libur Tahun Baru Imlek.

Di Wall Street, S&P 500 naik, dengan sektor teknologi dan industri mencatat peningkatan terbesar karena investor bersiap untuk minggu besar laporan laba perusahaan kuartal keempat.

Setelah bel penutupan, saham induk perusahaan Google, Alphabet turun sekitar tiga persen karena pengeluaran yang lebih tinggi pada kuartal keempat mengkhawatirkan investor, sekalipun pendapatan dan labanya mengalahkan ekspektasi Wall Street.

Indeks MSCI ukuran saham di seluruh dunia mencapai tertinggi dua bulan, setelah naik lebih dari 13 persen dari level terendah dua tahun akhir Desember, dibantu oleh perubahan taktik The Fed.

Ketua The Fed, Jerome Powell telah mengisyaratkan upaya pengetatan tiga tahun mungkin akan berakhir, di tengah prospek ekonomi AS yang tiba-tiba suram karena kekhawatiran pertumbuhan global dan sengketa perdagangan AS-China.

Data yang diumumkan pada Jumat, 1 Februari 2019 menunjukkan pertumbuhan pekerjaan AS melonjak pada Januari, sementara ukuran utama sektor manufaktur AS menunjukkan ketahanan yang mengejutkan setelah penurunan tak terduga pada Desember, menghilangkan kekhawatiran tentang perlambatan langsung dalam ekonomi AS.

Hiroshi Nakamura, manajer senior perencanaan investasi di Mitsui Life Insurance, mengatakan reaksi positif pasar keuangan terhadap data AS berkurang seiring berjalannya waktu, tetapi harapan untuk kesepakatan perdagangan AS-China "akan terus mendukung pasar sampai kedua belah pihak mencapai keputusan resmi".

Dolar AS menguat di seluruh papan, karena investor dipengaruhi angka penggajian AS yang kuat pada Jumat, 1 Februari 2019. Indeks dolar AS terhadap enam mata uang utama lainnya naik menjadi 95,843, setelah naik 0,27 persen pada Senin, 4 Februari 2019.

Euro melemah menjadi 1,1436 dolar AS, turun dari tertinggi tiga minggu di 1,15405 dolar AS yang ditetapkan pada Kamis, 31 Januari 2019. Dolar menguat menjadi 109,92 yen, setelah naik ke 110,165 yen pada hari sebelumnya, level tertinggi dalam lima minggu.

Pound Inggris tergelincir menjadi 1,3035 dolar AS, setelah dengan cepat menghapus kenaikan singkat pada Senin, 4 Februari 2019 menyusul laporan surat kabar bahwa barang-barang yang dikirim ke Inggris dari Uni Eropa dapat diambaikan tanpa pemeriksaan jika "tidak ada kesepakatan" Brexit.

Berita terkait

Ekonom BCA Ungkap Peluang Penguatan Rupiah di Bawah Rp 16.000 per Dolar AS

10 jam lalu

Ekonom BCA Ungkap Peluang Penguatan Rupiah di Bawah Rp 16.000 per Dolar AS

Ketegangan di Timur Tengah yang perlahan mereda menjadi salah satu faktor peluang menguatnya rupiah.

Baca Selengkapnya

Masih Loyo, Nilai Tukar Rupiah Melemah ke Level Rp 16.210 per Dolar AS

2 hari lalu

Masih Loyo, Nilai Tukar Rupiah Melemah ke Level Rp 16.210 per Dolar AS

Pada perdagangan Kamis, kurs rupiah ditutup melemah pada level Rp 16.187 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

2 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

2 hari lalu

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

Analis Ibrahim Assuaibi, memperkirakan rupiah hari ini fluktuatif dan akan ditutup menguat pada rentang Rp 16.150 sampai Rp 16.220 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

3 hari lalu

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

3 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

3 hari lalu

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, ditutup turun mengikuti pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.

Baca Selengkapnya

Harga Saham Sentuh Titik Terendah, Presdir Unilever: Akan Membaik

3 hari lalu

Harga Saham Sentuh Titik Terendah, Presdir Unilever: Akan Membaik

Presdir Unilever Indonesia, Benjie Yap mengatakan salah satu hal yang penting bagi investor adalah fundamental bisnis.

Baca Selengkapnya

Unilever Indonesia Raup Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I-2024

3 hari lalu

Unilever Indonesia Raup Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I-2024

PT Unilever Indonesia Tbk. meraup laba bersih Rp 1,4 triliun pada kuartal pertama tahun 2024 ini.

Baca Selengkapnya

Tingginya Suku Bunga the Fed dan Geopolitik Timur Tengah, Biang Pelemahan Rupiah

4 hari lalu

Tingginya Suku Bunga the Fed dan Geopolitik Timur Tengah, Biang Pelemahan Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut pelemahan rupiah dipengaruhi oleh arah kebijakan moneter AS yang masih mempertahankan suku bunga tinggi.

Baca Selengkapnya