Prabowo Pangkas Pajak, Pakar: Jangan Gegabah Tanpa Paham Konteks

Rabu, 23 Januari 2019 12:58 WIB

Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno merapikan kopiah capres nomor urut 02 Prabowo Subianto saat jeda Debat Pertama Capres dan Cawapres 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis, 17 Januari 2019. REUTERS

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengingatkan bahwa kebijakan pemangkasan tarif pajak demi menaikkan rasio pajak harus dilihat secara komprehensif. Salah-salah, penerimaan pajak bisa jebol, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN bisa defisit, bahkan investasi dan pertumbuhan ekonomi bakal stagnan.

BACA: Ketimbang Pangkas Pajak Ala Prabowo, Pakar Lebih Sarankan Ini

"Jangan gegabah mau menurunkan tarif tanpa paham konteks," kata Prastowo dalam akun twitternya @prastow, 21 Januari 2019. "Kalau mau race to the bottom, dalam situasi dan kondisi sepeti ini kita akan kalah. Maka motifnya jangan itu. Perbaiki sistem perpajakan secara komprehensif."

Sebelumnya calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dalam beberapa kesempatan menyatakan bakal memangkas tarif pajak agar kesadaran membayar pajak meningkat dan penerimaan dari pajak juga bisa meningkat. Sejumlah tarif yang akan dipangkas adalah tarif pajak penghasilan atau PPh Badan dari 25 persen menjadi 17 persen, PPh pribadi akan dipotong sekitar 5 sampai 8 persen, lalu pajak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau UMKM digital dari 0,5 persen menjadi 0 persen selama dua tahun.

BACA: Prabowo Janji Pangkas Pajak, Apakah Efektif Dongkrak Penerimaan?

Advertising
Advertising

Juru bicara Badan Pemenangan Nasional atau BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak, juga menyebutkan upaya menaikkan rasio pajak akan dilakukan dengan meningkatkan jumlah masyarakat yang membayar pajak. "Bagaimana caranya? salah satunya dengan cara ala Ibnu Khaldun, menurunkan tarif pajak sehingga memberikan efek luas terhadap beban pelaku usaha dan memiliki efek pengganda," kata Dahnil.

Akan tetapi, kata Prastowo, pemangkasan tarif hanya mungkin dilakukan jika basis pajak dan kepatuhan sudah meningkat. Data pada 2018, kata dia, telah menunjukkan perbaikan itu dimana penerimaan tumbuh 15 persen saat pertumbuhan ekonomi stagnan.

Kalaupun harus dibandingkan dengan negara lain, Prastowo mengambil contoh negara-negara Skandinavia di Eropa Utara. Ia merinci: tarif PPh pribadi di Swedia 61 persen, Denmark 58 persen, dan Finlandia 51 persen. Ada juga beberapa negara Eropa barat seperti Prancis 45 persen, Jerman 47 persen, dan Turki 35 persen.

Kendati demikian, tarif pajak tinggi membuat modal lari dan rakyat malas ternyata tidak terbukti di Eropa Utara. Di sana, tarif pajak yang tinggi tetap membuat rasio pajak dan produktivitas tetap tinggi. Ini terjadi karena penerimaan dan pengeluaran pemerintah sangat berkualitas. "Pemerintahannya komitmen pada hak warga negara, demokratis, aman, dan bahagia."

Berita terkait

Ragam Pendapat Soal Pentingnya Oposisi di Pemerintahan Prabowo-Gibran

1 jam lalu

Ragam Pendapat Soal Pentingnya Oposisi di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Sejumlah kalangan menilai DPR membutuhkan partai oposisi untuk mengawasi pemerintahan Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Prabowo Pakai Baret Merah Saat Hadiri HUT ke-72 Kopassus, Ini Arti Baret Merah

3 jam lalu

Prabowo Pakai Baret Merah Saat Hadiri HUT ke-72 Kopassus, Ini Arti Baret Merah

Prabowo mengenakan baret merah saat menghadiri peringatan HUT Kopassus ke-72. Apa arti baret merah?

Baca Selengkapnya

Alasan Pengamat Sebut Jokowi dan SBY Jadi Mentor Andal Prabowo

3 jam lalu

Alasan Pengamat Sebut Jokowi dan SBY Jadi Mentor Andal Prabowo

Pengamat menilai hubungan Jokowi dengan Megawati yang renggang membuat Jokowi dan Prabowo akan terus bersama.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Mayor Teddy Kenakan Baret Merah Saat HUT Kopassus, Siapa Saja yang Boleh Memakainya?

3 jam lalu

Prabowo dan Mayor Teddy Kenakan Baret Merah Saat HUT Kopassus, Siapa Saja yang Boleh Memakainya?

Prabowo dan Mayor Teddy kenakan baret merah saat hadiri upacara HUT ke-72 Kopassus. Siapa saja yang boleh mengenakan baret ini?

Baca Selengkapnya

Ini Postur Kabinet dari Zaman Soeharto sampai Jokowi, Bagaimana dengan Prabowo-Gibran?

3 jam lalu

Ini Postur Kabinet dari Zaman Soeharto sampai Jokowi, Bagaimana dengan Prabowo-Gibran?

Pengamat memperkirakan kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran akan gemuk karena pasangan ini mencoba merangkul partai pesaing masuk dalam koalisi

Baca Selengkapnya

Pakar Ekonomi Ingatkan Bahayanya Kabinet Koalisi Besar Prabowo-Gibran

14 jam lalu

Pakar Ekonomi Ingatkan Bahayanya Kabinet Koalisi Besar Prabowo-Gibran

Pakar menilai kabinet koalisi Prabowo yang besar akan menguntungkan bagi pemerintahan, tetapi jadi indikasi lumpuhnya check and balances di parlemen

Baca Selengkapnya

Tanggapi Ucapan Hari Buruh dari Prabowo, Partai Buruh Bilang Begini

17 jam lalu

Tanggapi Ucapan Hari Buruh dari Prabowo, Partai Buruh Bilang Begini

Partai Buruh menanggapi ucapan Hari Buruh 2024 yang disampaikan Presiden terpilih Prabowo Subianto pada Rabu, 1 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Akhir-akhir Ini Jadi Sorotan, Apa Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai?

20 jam lalu

Akhir-akhir Ini Jadi Sorotan, Apa Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai?

Banyak masyarakat yang mempertanyaan fungsi dan tugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai lantaran beberapa kasus belakangan ini.

Baca Selengkapnya

Harapan Jokowi dan Prabowo di Hari Buruh Internasional 2024

20 jam lalu

Harapan Jokowi dan Prabowo di Hari Buruh Internasional 2024

Jokowi dan Prabowo mengucapkan selamat Hari Buruh. Berikut harapan Presiden dan Presiden terpilih 2024-2029 itu.

Baca Selengkapnya

Profil Lawrence Wong, Bakal PM Singapura yang Diperkenalkan Jokowi ke Prabowo

23 jam lalu

Profil Lawrence Wong, Bakal PM Singapura yang Diperkenalkan Jokowi ke Prabowo

Politikus Partai Aksi Rakyat yang segera PM Singapura ini lahir 18 Desember 1972 dibesarkan dari keluarga sederhana di Marine Parade Housing Board.

Baca Selengkapnya