Rizal Ramli Ingatkan Pemerintah Tak Pinjam dari Dua Lembaga Ini

Rabu, 2 Januari 2019 15:13 WIB

Mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli diperiksa terkait dugaan pencemaran nama baik Ketua Nasdem Surya Paloh di Polda Metro Jaya, 24 Oktober 2018. Tempo/Imam Hamdi

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli menyampaikan bahwa utang luar negeri bagi suatu negara berkembang seperti Indonesia sebenarnya adalah hal yang biasa. Tapi Rizal mewanti-wanti agar pemerintah Indonesia tidak meminjam uang dari lembaga multilateral seperti International Monetary Fund (IMF) maupun World Bank atau Bank Dunia.

Baca: Jokowi Izinkan Bidang Usaha Dikuasai Asing, Rizal Ramli: Kok Tega

"Banyak prasyarat yang merupakan jebakan-jebakan neoliberalisme," kata Rizal dalam cuitan di akun twitternya, @RamliRizal pada pukul, 11.00 WIB, Rabu, 2 Januari 2018.

Bahkan Rizal menyebut bahwa belakangan ini, ada pula pinjaman antar negara yang dirancang sebagai loan to owned. Dalam skema ini, kata dia, pinjaman atau utang, sengaja dimark-up alias digelembungkan agar macet. Sehingga, aset pada suatu negara bisa dimiliki atau dikuasai oleh negara lain dalam jangka panjang.

Saat ini, perdebatan soal utang ini masih terus berlanjut hingga beberapa bulan menjelang pemilu presiden pada 17 April 2019 mendatang. Baru-baru ini, calon wakil presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno, berpendapat dalam membangun infrastruktur, pemerintah tidak harus mendanai dari utang luar negeri.

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga telah-telah jauh hari menyampaikan bahwa pembiayaan infrastruktur tanpa utang bukanlah hal baru di era pemerintahan Joko Widodo. Indonesia pun, kata Sri, tidak lagi meminjam uang ke IMF maupun World Bank. "Mereka kasih pinjaman ke negara yang mengalami krisis neraca pembayaran," kata Sri saat acara IMF/World Bank, Oktober 2018.

Advertising
Advertising

Lebih lanjut, Rizal Ramli menyebut jika pembangunan Indonesia berlandaskan utang ataupun neoliberalisme ala Bank Dunia, maka Indonesia tidak akan mampu tumbuh seperti Jepang dan Cina. "Karena jika tumbuh di atas 6,5 persen, pasti ekonomi kepanasan, jadi utang harus dikurangi," ujarnya.

Untuk itu, Rizal Ramli meminta pemerintah meninggalkan pembangunan ekonomi neoliberal ala Bank Dunia jika ingin tumbuh lebih tinggi. Hanya saja, Rizal tidak merinci lebih lanjut model seperti apa yang disebutnya sebagai pembangunan ekonomi neoliberal itu. Rizal hanya menyampaikan tidak ada satupun negara yang berhasil menjadi negara maju dengan mengikuti resep yang dianjurkan Bank Dunia. "Tidak di Amerika Latin, tidak di Asia, apalagi Afrika."

Berita terkait

Pemerintah Serap Rp 7,025 Triliun dari Lelang Surat Utang SBSN

14 jam lalu

Pemerintah Serap Rp 7,025 Triliun dari Lelang Surat Utang SBSN

Pemerintah menyerap dana sebesar Rp 7,025 triliun dari pelelangan tujuh seri surat utang yakni Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Baca Selengkapnya

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

10 hari lalu

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

Isy Karim mengatakan Kemendag akan memperjuangkan utang selisih harga minyak goreng yang tersendat sejak awal 2022.

Baca Selengkapnya

Program Makan Siang Gratis Prabowo Masuk RAPBN 2025, Ekonom Ini Ingatkan Anggaran Bakal Sangat Tertekan

11 hari lalu

Program Makan Siang Gratis Prabowo Masuk RAPBN 2025, Ekonom Ini Ingatkan Anggaran Bakal Sangat Tertekan

Direktur Ideas menanggapi rencana Presiden Jokowi membahas program yang diusung Prabowo-Gibran dalam RAPBN 2025.

Baca Selengkapnya

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

12 hari lalu

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

Bank DBS Indonesia meraih peringkat AAA National Long-Term Rating dan National Short-Term Rating of F1+ dari Fitch Ratings Indonesia atas kinerja keuangan yang baik.

Baca Selengkapnya

Dagang Sapi Kabinet Prabowo

12 hari lalu

Dagang Sapi Kabinet Prabowo

Partai politik pendukung Prabowo-Gibran dalam pemilihan presiden mendapat jatah menteri berbeda-beda di kabinet Prabowo mendatang.

Baca Selengkapnya

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

13 hari lalu

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

Kemenkeu merespons soal kenaikan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2025.

Baca Selengkapnya

Terkini: OJK Beri Tips Kelola Keuangan untuk Emak-emak, Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah Teknologi Cina di Kalimantan Tengah

14 hari lalu

Terkini: OJK Beri Tips Kelola Keuangan untuk Emak-emak, Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah Teknologi Cina di Kalimantan Tengah

Kepala Eksekutif OJK Friderica Widyasari Dewi memberikan sejumlah tips yang dapat diterapkan oleh ibu-ibu dalam menyikapi isi pelemahan rupiah.

Baca Selengkapnya

PT PundiKas Indonesia Bantah Telah Menjebak dan Meneror Nasabah karena Pinjol

14 hari lalu

PT PundiKas Indonesia Bantah Telah Menjebak dan Meneror Nasabah karena Pinjol

PT PundiKas Indonesia, layanan pinjaman dana online atau pinjol, membantah institusinya telah menjebak nasabah dengan mentransfer tanpa persetujuan.

Baca Selengkapnya

Seorang Istri jadi Korban KDRT Suaminya Karena Tak Berikan Data KTP Untuk Pinjol

15 hari lalu

Seorang Istri jadi Korban KDRT Suaminya Karena Tak Berikan Data KTP Untuk Pinjol

Seorang menjadi korban KDRT karena tidak memberikan data KTP untuk pinjaman online.

Baca Selengkapnya

Erick Thohir Minta BUMN Segera Antisipasi Dampak Penguatan Dolar

17 hari lalu

Erick Thohir Minta BUMN Segera Antisipasi Dampak Penguatan Dolar

Erick Thohir mengatakan BUMN perlu mengoptimalkan pembelian dolar, artinya adalah terukur dan sesuai dengan kebutuhan.

Baca Selengkapnya