The Fed Naikkan Suku Bunga, Begini Reaksi Analis Pasar

Kamis, 27 September 2018 07:17 WIB

Harga Minyak Terkerek Stimulus The Fed

TEMPO.CO, Jakarta - Bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin ke kisaran 2-2,25 persen. Hal ini sekaligus menandai rencana terus memperketat kebijakan moneter, di tengah optimisme atas perekonomian negara Abang Sam tersebut.

Baca: Suku Bunga The Fed Naik, BI Jamin Stabilitas Pasar Aman

Dalam sebuah pernyataan yang menandai berakhirnya era kebijakan moneter “akomodatif”, otoritas moneter AS tersebut masih memperkirakan kenaikan suku bunga lebih lanjut pada bulan Desember. "Tiga kali kenaikan pada tahun depan, dan satu kali pada 2020," seperti dikutip dari pernyataan, Rabu waktu setempat, 26 September 2018.

Langkah itu dapat menempatkan suku bunga acuan di 3,4 persen, kira-kira setengah poin persentase di atas perkiraan suku bunga netral The Fed. Suku bunga yang dimaksud tersebut adalah tingkat suku bunga tidak merangsang ataupun membatasi perekonomian.

Sikap kebijakan ketat itu diproyeksikan akan tetap sama hingga 2021, yang merupakan kerangka waktu proyeksi ekonomi terbaru The Fed. “Hal yang para pelaku pasar perhatikan adalah penghapusan kata 'akomodatif' sehubungan dengan kebijakan moneter mereka,” kata Michael Arone, kepala strategi investasi di State Street Global Advisors, seperti dilansir dari Reuters.

Advertising
Advertising

Arone juga menilai kebijakan The Fed malah memberi sinyal negatif ke perekonomian. “Tampaknya berpotensi mengindikasikan bahwa mereka yakin kebijakan moneter menjadi kurang akomodatif dan semakin mengarah ke tingkat netral.”

Gubernur The Fed Jerome Powell, menjelaskan, penghapusan kata 'akomodatif' itu telah menjadi pokok dari panduan bank sentral untuk pasar keuangan dan rumah tangga selama beberapa dekade terakhir. Hal tersebut tak lantas menandakan perubahan prospek kebijakan.

“Sebaliknya, itu adalah tanda bahwa kebijakan berjalan sesuai dengan harapan kami,” ujar Powell, yang mulai menjabat sebagai pimpinan The Fed awal tahun ini, dalam konferensi pers setelah rilis pernyataan itu.

Kurva imbal hasil obligasi AS merosot dan dolar AS secara singkat melemah terhadap sejumlah mata uang. Sementara itu, bursa saham AS yang awalnya memperpanjang kenaikan kemudian terpeleset dalam sesi perdagangan, seiring dengan pelemahan saham bank dan finansial.

Di sisi lain, The Fed melihat pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dari perkiraan sebesar 3,1 persen tahun ini dan terus berekspansi secara moderat untuk setidaknya tiga tahun lagi, di tengah rendahnya tingkat pengangguran dan inflasi yang stabil di kisaran target 2 persen. “Pasar tenaga kerja terus menguat...aktivitas ekonomi telah meningkat pada tingkat yang kuat," seperti dikutip dari pernyataan The Fed.

The Fed tidak memasukkan bahasa pengganti untuk kata-kata 'akomodatif' yang dikeluarkan dalam pernyataannya. Kata-kata itu telah menjadi kurang akurat sejak bank sentral ini mulai menaikkan suku bunga pada akhir 2015. Penghapusan kata itu mengindikasikan bahwa The Fed sekarang menganggap suku bunga mendekati netral.

Kenaikan suku bunga dalam pertemuan yang berakhir Rabu kemarin waktu setempat itu adalah yang ketiga kalinya sepanjang tahun ini dan yang ketujuh dalam delapan kuartal terakhir.

Proyeksi terbaru The Fed menunjukkan ekonomi terus berlanjut dengan laju yang stabil hingga 2019. Pertumbuhan produk domestik bruto diperkirakan mencapai 2,5 persen tahun depan sebelum melambat menjadi 2 persen pada 2020 dan menjadi 1,8 persen pada 2021, karena dampak pemotongan pajak baru-baru ini dan pengeluaran pemerintah memudar.

Baca: The Fed Naikkan Suku Bunga Acuan, Dolar Bergerak Melemah

The Fed memperkirakan tingkat inflasi berada di kisaran 2 persen selama tiga tahun ke depan, sedangkan tingkat pengangguran diperkirakan turun menjadi 3,5 persen tahun depan dan bertahan hingga 2020 sebelum sedikit naik pada 2021. Tingkat pengangguran saat ini mencapai 3,9 persen.

BISNIS

Berita terkait

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

1 hari lalu

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

2 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

2 hari lalu

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

Analis Ibrahim Assuaibi, memperkirakan rupiah hari ini fluktuatif dan akan ditutup menguat pada rentang Rp 16.150 sampai Rp 16.220 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

2 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

2 hari lalu

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

BI menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen berdasarkan hasil rapat dewan Gubernur BI yang diumumkan pada Rabu, 24 April 2024.

Baca Selengkapnya

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

2 hari lalu

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, ditutup turun mengikuti pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Kontroversi 1 Juta Hektare Padi Cina di Kalimantan, Deretan Alasan BI Naikkan Suku Bunga

3 hari lalu

Terpopuler: Kontroversi 1 Juta Hektare Padi Cina di Kalimantan, Deretan Alasan BI Naikkan Suku Bunga

Berita terpopuler bisnis pada 24 April 2024, dimulai rencana Cina memberikan teknologi padi untuk sejuta hektare lahan sawah di Kalimantan.

Baca Selengkapnya

Tingginya Suku Bunga the Fed dan Geopolitik Timur Tengah, Biang Pelemahan Rupiah

3 hari lalu

Tingginya Suku Bunga the Fed dan Geopolitik Timur Tengah, Biang Pelemahan Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut pelemahan rupiah dipengaruhi oleh arah kebijakan moneter AS yang masih mempertahankan suku bunga tinggi.

Baca Selengkapnya

Gubernur BI Prediksi Suku Bunga The Fed Turun per Desember 2024: Bisa Mundur ke 2025

3 hari lalu

Gubernur BI Prediksi Suku Bunga The Fed Turun per Desember 2024: Bisa Mundur ke 2025

Gubernur Bank Indonesia atau BI Perry Warjiyo membeberkan asumsi arah penurunan suku bunga acuan The Fed atau Fed Fund Rate (FFR).

Baca Selengkapnya

BI Naikkan Suku Bunga Acuan, Bank Mandiri: Penting di Tengah Ketidakpastian dan Fluktuasi Global

3 hari lalu

BI Naikkan Suku Bunga Acuan, Bank Mandiri: Penting di Tengah Ketidakpastian dan Fluktuasi Global

Bank Mandiri merespons soal kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI).

Baca Selengkapnya