Batasi Impor, Jokowi Diminta Tunda Proyek Pembangkit 35 Ribu MW
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 1 Agustus 2018 17:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menindaklanjuti instruksi Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk mengendalikan imor, ekonom Institute For Development of Economics and Finance atau Indef, Bhima Yudhistira, menyarankan pemerintah mengerem proyek infrastruktur yang masih di tahap perencanaan atau proyek yang tidak sesuai target. Hal tersebut, kata dia, dimaksudkan untuk mengendalikan impor.
Baca: Jokowi Minta Menteri Evaluasi Proyek Infrastruktur
Bhima menyebutkan salah satu proyek yang perlu ditinjau ulang antara lain adalah proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt. Pasalnya, pada mulanya proyek itu didasarkan pada asumsi pertumbuhan ekonomi 7 persen. "Saat ini ekonomi cuma tumbuh 5 persen, maka proyek pembangkit wajib dirasionalisasi," kata Bhima kepada Tempo, Rabu, 1 Juli 2018.
Menunda pembangunan infrastruktur itu, ujar Bhima, ibarat sekali tepuk tiga nyamuk kena. Sebabnya, pertama, pelemahan rupiah disumbang oleh naiknya impor besi baja hingga 39 persen dari Januari-Mei 2018. "Nilainya enggak tanggung-tanggung, yaitu US$ 4,2 miliar."
Baca: Jokowi Kumpulkan Bupati Ingatkan Ancaman Ekonomi Global
Belum lagi, impor mesin peralatan listrik naik 28 persen dengan nilai US$ 8,9 miliar. Produk-produk tersebut, ujar Bhima, dipergunakan untuk proyek infrastruktur. Sehingga, menahan pembangunan infrastruktur, menurut dia, bisa menyelamatkan nasib rupiah.
Alasan berikutnya, Bhima berujar proyek infrastruktur didanai melalui utang dalam bentuk valuta asing. Sehingga, kewajiban cicilan dan pembayaran bunga utang tiap tahunnya menguras devisa. "Ini harus direm dalam kondisi ekonomi lemah."
Selanjutnya, berbicara soal infastruktur, kata Bhima, mesti melihat soal devisa tenaga kerja asing yang bekerja di proyek infrastruktur. "Mereka mendapatkan uang yang akan dikonversi ke mata uang negara asalnya, jadi ada capital flight dari devisa TKA," ujar Bhima. Dengan menahan proyek infrastruktur, hal tersebut bisa dikurangi.
Kemarin, Presiden Jokowi kembali menggelar rapat lanjutan untuk membahas strategi meningkatkan cadangan devisa Indonesia. Untuk menggenjot cadangan devisa tersebut, salah satu yang akan dilakukan adalah menekan volume impor.
Jokowi ingin mengevaluasi detail impor barang supaya dapat segera diklasifikasikan mana impor yang strategis dan impor yang tidak strategis. "Kita stop dulu (impor) atau kurangi atau hentikan," katanya dalam rapat terbatas yang digelar di Istana Kepresidenan Bogor itu.
Hal itu dilakukan, menurut Jokowi, karena mempertimbangkan kebutuhan prioritas saat ini adalah mendatangkan dolar sebanyak-banyaknya ke Indonesia. Pasalnya, penguatan cadangan devisa dibutuhkan untuk meningkatkan daya tahan ekonomi Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global.