Kementerian BUMN: Siapa Saja yang Mau Ambil Merpati, Silakan
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 17 Juli 2018 11:10 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memastikan tidak akan mengucurkan dana untuk restrukturisasi maskapai penerbangan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) atau Merpati. “Siapa saja yang mau mengambil MNA, silakan. Tetapi tidak memberikan beban baru atau penyertaan modal negara (PMN) yang dapat membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” ujar Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Aloysius Kiik Ro, Senin, 16 Juli 2018, di Jakarta.
Baca: Butuh Rp 5 Triliun untuk Tutup Merpati
Aloysius menyebutkan sikap tersebut didasarkan pada keterangan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri BUMN Rini Soemarno menyatakan tidak akan masuk ke dalam restrukturisasi Merpati. Hal ini juga terlihat dari keputusan hasil komite privatisasi pada 2016, yang telah memberikan persetujuan untuk terdilusinya saham pemerintah hingga 0 persen di MNA. Dari situ, tergambar pemerintah dapat meninggalkan bisnis atau melepas status BUMN perseroan.
PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) mencatat, kewajiban atau utang yang dimiliki oleh PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) lebih besar dibandingkan dengan aset yang dimiliki sampai dengan akhir Desember 2017. Perseroan memiliki kewajiban hingga Rp 10,72 triliun. Dengan aset hanya Rp 1,21 triliun, posisi ekuitas maskapai pelat merah itu tercatat minus Rp 9,51 triliun per 31 Desember 2017.
Baca: Tiga Investor Ingin Selamatkan Merpati
Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) Henry Sihotang menjelaskan bahwa restrukturisasi MNA tengah memasuki tahap penyusunan proposal perdamaian untuk proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Surabaya, Jawa Timur. Adapun, jadwal sidang selanjutnya akan berlangsung pada 20 Juli 2018.
Henry mengungkapkan penyusunan proposal perdamaian dilakukan bersama calon investor yang memiliki keinginan untuk menyelamatkan MNA. Usulan skema penyelamatan tersebut harus masuk sebelum jadwal sidang yang telah ditentukan.
Adapun total utang MNA yang diajukan kreditur di pengadilan senilai Rp 10,03 triliun. Akan tetapi, menurut perhitungan PPA, total utang perseroan Rp 10,72 triliun. “Batas akhir perpanjangan sampai 3 November 2018 kalau memang tidak bisa direstrukturisasi maka MNA bisa dinyatakan pailit,” kata Henry.
Henry menyebut, proposal yang tengah disusun bersama calon investor MNA berisi beberapa skema seperti konversi utang menjadi saham dan cicilan jangka panjang. Namun, pihaknya memastikan sang pemilik modal nantinya tetap akan menjalankan model bisnis utama yakni penerbangan.
MNA tercatat memiliki total utang Rp 10,03 triliun kepada tiga kategori kreditor. Pertama, kreditor separatis atau jaminan kebendaan senilai Rp 3,33 triliun dengan pemegang tagihan terbesar Kementerian Keuangan senilai Rp 2,1 triliun.
Kedua, kreditor konkuren Merpati senilai Rp 5,62 triliun. Tagihan terbesar untuk kategori tersebut dipegang oleh PT Pertamina (Persero) senilai Rp 2,6 triliun. Terakhir, tagihan dari kreditor preferen atau prioritas tercatat Rp1,08 triliun. Jumlah tersebut menampung tagihan dari bekas karyawan dan kantor pajak.