Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto serta Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti di kantor BPS Indonesia, Pasar Baru, Jakarta, 15 Maret 2018. TEMPO/Lani Diana
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi pada April 2018 sebesar 0,1 persen. Tersedianya stok beras serta harga pangan yang stabil sebagai dampak panen raya turut mendorong inflasi bulan April.
“Secara umum, perkembangan harga konsumen pada April dipengaruhi panen raya yang sebetulnya mulai bulan lalu, sudah terlihat,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti, dalam konferensi pers di gedung BPS, Jakarta Pusat, pada Rabu, 2 Mei 2018.
Tingkat inflasi tersebut disumbang oleh kelompok bahan makanan sebesar 0,26 persen dengan andil deflasi 0,05 persen. Turunnya harga beras menjadi faktor utama yang mempengaruhi deflasi bahan pangan hingga 0,08 persen.
Bahan makanan lainnya yang turut menyumbang deflasi adalah ikan segar dan cabai merah dengan andil masing-masing 0,03 persen.
Sementara itu, lima subkelompok makanan lain masih mengalami inflasi. Inflasi tertinggi dialami subkelompok bumbu-bumbuan sebesar 1,27 persen dan terendah adalah subkelompok kacang-kacangan sebesar 0,12 persen.
Berdasarkan laporan BPS, tingkat inflasi tersebut lebih rendah dibanding Maret 2018 yang sebesar 0,2 persen. Namun tingkat inflasi April 2018 lebih tinggi dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya yang sebesar 0,09 persen.
Adapun inflasi tahun kalender 2018 sebesar 1,09 persen. Sedangkan tingkat inflasi tahun ke tahun (yoy) mencapai 3,41 persen.
Jika dibandingkan dengan April 2016, tingkat inflasi bulan lalu mengalami deflasi 0,45 persen. Indeks harga konsumen (IHK) dari total 82 kota, 54 di antaranya mengalami inflasi dan 28 kota mengalami deflasi.
Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi
8 hari lalu
Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.