Indef Sebut Sektor Pertanian Buang-buang Devisa Negara, Kenapa?

Kamis, 19 April 2018 07:00 WIB

INDEF menggelar evaluasi terhadap kebijakan pangan di masa pemerintahan Jokowi-JK, 10 Juli 2017. TEMPO/Putri Thaliah

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menilai, dalam 10 tahun terakhir, sektor pertanian hanya membuang-buang devisa negara. Impor pangan yang tak sebanding dengan jumlah ekspor, membuat devisa negara harus terus keluar tanpa pemasukan yang seimbang.

Alhasil, dalam 10 tahun belakangan, defisit neraca perdagangan di sektor pertanian terus terjadi. "Selama 10 tahun istiqomah defisitnya. Kontribusi ekspornya kecil, impornya semakin besar," ujar Heri di kantornya, Rabu, 18 April 2018.

Simak: Nilai Tukar Rupiah Menguat, INDEF: 'Ada Hot Money'

Heri memaparkan, catatan Indef sepanjang 2007-2017, rata-rata pertumbuhan ekspor produk pertanian dalam negeri hanya berada di angka 5,78%. Angka ini jauh tertinggal dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan impor produk pertanian yang mencapai 45,89% dalam rentang waktu yang sama.

Akibatnya, defisit neraca perdagangan internasional untuk produk pertanian pada 2017, mengalami defisit mencapai USD 3,51 miliar.

Terlebih, lanjutnya, sejak Indonesia memutuskan untuk meratifikasi sejumlah FTA, di saat itu pula Indonesia seakan menjadi net importir produk pangan. Sementara di lain sisi, ekspor produk pertanian juga 'melempem' karena produk pertanian tidak mampu bersaing menghadapi berbagai kebijakan Non Tariff Measures yang berlapis di negara tujuan.

Untuk itu, Indef merekomendasikan agar pemerintah melakukan upaya konkret dalam menunjang produktivitas dan ketersediaan pangan, baik guna pemenuhan kebutuhan konsumsi masyarakat maupun kebutuhan bahan baku industri makanan.

Kemudian, untuk pengendalian impor sekaligus memperbaiki neraca perdagangan dan daya saing produk dalam negeri, kegiatan impor produk tertentu perlu diperkuat dengan verifikasi fisik barang melalui pengujian standard mutu barang secara cepat dan akurat. Juga memperkuat kebijakan substitusi impor atau mengenakan bea masuk barang impor untuk perlindungan produk pangan dalam negeri.

Berita terkait

Ini Penyebab WNI Berobat ke Luar Negeri, yang Dikeluhkan Jokowi Sedot Devisa Rp180 T

2 hari lalu

Ini Penyebab WNI Berobat ke Luar Negeri, yang Dikeluhkan Jokowi Sedot Devisa Rp180 T

Presiden Jokowi menyoroti kebiasaan sejumlah WNI yang berobat ke luar negeri sehingga berpotensi menyedot devisa Rp 180 triliun, apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Terkini: Jokowi Keluhkan Rp 180 Triliun Hilang karena Pengobatan ke Luar Negeri, Es Krim Magnum Mengandung Plastik dan Logam

3 hari lalu

Terkini: Jokowi Keluhkan Rp 180 Triliun Hilang karena Pengobatan ke Luar Negeri, Es Krim Magnum Mengandung Plastik dan Logam

Presiden Jokowi mengeluhkan hilangnya Rp 180 triliun devisa karena masyarakat berobat ke luar negeri. Es krim Magnum ditarik karena mengandung plastik

Baca Selengkapnya

Jokowi Sebut RI Kehilangan Devisa Rp 180 Triliun karena Masyarakat Pilih Berobat ke Luar Negeri

3 hari lalu

Jokowi Sebut RI Kehilangan Devisa Rp 180 Triliun karena Masyarakat Pilih Berobat ke Luar Negeri

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan bahwa Indonesia kehilangan devisa US$ 11,5 Miliar atau Rp 180 triliun per tahun. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

5 hari lalu

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

Meski tidak bersinggungan secara langsung dengan komoditas pangan Indonesia, namun konflik Iran-Israel bisa menggoncang logistik dunia.

Baca Selengkapnya

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

6 hari lalu

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

Di tengah konflik Iran-Israel, pemerintah mesti memprioritaskan anggaran yang bisa membangkitkan sektor bisnis lebih produktif.

Baca Selengkapnya

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

37 hari lalu

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

Ekonom Indef, Didin S. Damanhuri sangat prihatin atas dugaan korupsi yang terendus di lingkaran LPEI. Padahal, kata dia, ekspor adalah andalan pemerintahan Jokowi

Baca Selengkapnya

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

37 hari lalu

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

Kebijakan PPN di Tanah Air diatur dalam Undang-Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca Selengkapnya

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

38 hari lalu

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus membandingkan besaran tarif PPN di Asia Tenggara.

Baca Selengkapnya

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

38 hari lalu

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

Indef menyatakan penjual akan reaktif terhadap kenaikan PPN.

Baca Selengkapnya

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

38 hari lalu

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

Indef membeberkan dampak kenaikan pajak pertabambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen.

Baca Selengkapnya