Ditahan KPK, Eko Mardiyanto Dipecat dari Kementerian Pertanian
Reporter
Zara Amelia
Editor
Dewi Rina Cahyani
Sabtu, 10 Maret 2018 15:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertanian membenarkan bahwa salah satu mantan anggota stafnya, Eko Mardiyanto, telah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat, 9 Maret 2018. Eko ditahan akibat terseret kasus dugaan korupsi pengadaan fasilitas sarana budi daya pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) atau pupuk hayati di Kementerian Pertanian pada 2013.
“Benar, Saudara Eko Mardiyanto telah diperiksa dan ditahan KPK terkait dengan kasus pengadaan pupuk hayati pada 2013,” kata pelaksana tugas (plt) Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Syukur Iwantoro, saat konferensi pers di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 10 Maret 2018.
Syukur menegaskan, pihaknya telah memberhentikan Eko dari jabatannya sebagai Kepala Subbagian Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura sejak 3 Maret 2016. Pemberhentian Eko tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 151/Kpts/KP.230/3/2016 tentang Pemberhentian, Pemindahan, dan Pengangkatan dalam Jabatan Administrator (Eselon III) dan Pengawas (Eselon IV) di Lingkungan Direktorat Jenderal Hortikultura.
“Menteri Pertanian, Pak Amran Sulaiman, memiliki komitmen kuat untuk membawa Kementerian Pertanian bersih dari KKN,” ucap Syukur. Dia juga berujar, Kementerian Pertanian mendukung upaya KPK dalam menegakkan hukum untuk menciptakan pemerintahan yang bersih.
KPK telah menetapkan Eko dan Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Hasanuddin Ibrahim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tersebut sejak 2016. Keduanya diduga menyalahgunakan wewenang terkait dengan pengadaan fasilitas sarana budi daya mendukung pengendalian OPT.
Kasus ini bermula dari aduan masyarakat petani selama 2005-2012. Proyek Kementerian Pertanian ini bertujuan memberikan pupuk hayati mikro kepada masyarakat sebanyak 225 ton di 14 kabupaten/kota. Nilai proyek itu sebesar Rp 18 miliar dan dugaan kerugian negara lebih dari Rp 10 miliar.
Dugaan adanya korupsi terendus dari tidak terpenuhinya standar pupuk hayati sebagaimana diamanahkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 7 Tahun 2011. Dalam peraturan itu disebutkan kandungan zat spora di bawah standar mutu yang hanya 0,1-0,3 spora per gram.
Idealnya, kandungan dalam pupuk hayati itu minimal 10 spora per gram. Namun, ketika diberikan kepada petani, kadar yang terkandung dalam pupuk tidak memenuhi standar.