Selektif Salurkan Kredit, Bank Waspadai Sektor Tambang

Kamis, 25 Januari 2018 05:30 WIB

Rupiah Jeblok, Kredit Macet Bisa Naik

TEMPO.CO, Jakarta - Bank memilih untuk lebih selektif dalam menyalurkan kredit pasca melakukan pembersihan kredit macet sepanjang tahun lalu. Salah satu sector yang diwaspadai adalah sektor pertambangan. “Kalau kami masih alergi di pertambangan saja, kalau yang lain oke,” ujar Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja, kepada Tempo, Rabu 24 Januari 2018.

Hal itu juga sejalan dengan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) pada November 2017, di mana terdapat tiga sektor dengan tingkat rasio kredit macet (NPL) tertinggi, yaitu sektor pertambangan 7,1 persen, pergudangan, transportasi, dan telekomunikasi 4,5 persen, serta retail 4,4 persen. Jahja menuturkan pihaknya membidik sektor lain yang lebih prospektif untuk penyaluran kredit di 2018. “Sektor infrastruktur akan lumayan meningkat di samping juga pinjaman konsumen,” katanya.

Simak: Rasio Kredit 22 Bank di Atas 5 Persen

Jahja berujar sejauh ini tingkat NPL BCA berada di posisi 1,5 persen (gross), atau jauh di bawah rata-rata NPL industri yang berada di kisaran 2,8-3 persen. “Kami akan terus menjaga pada level 1,5 persen.”

Selanjutnya, Direktur Strategi Bisnis dan Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Haru Koesmahargyo menyampaikan pihaknya memilih untuk menerapkan strategi penyaluran kredit yang berfokus pada sektor alternative lainnya. “Strategi ke depan kami akan meningkatkan fokus pada kredit mikro dan UKM, di mana portofolio untuk mikro ditargetkan naik tahun ini jadi 40 persen dari sebelumnya 33 persen,” ucapnya. BRI akan menerapkan upaya-upaya yang dapat mempermudah nasabah dalam mengakses fasilitas pinjaman maupun simpanan perbankan. Hingga Desember 2017, tingkat NPL BRI berada di posisi 2,2 persen (gross), atau sedikit meningkat dari posisi 2016 sebesar 2,13 persen.

Advertising
Advertising

Meskipun demikian, menurut Haru pihaknya berkomitmen untuk meningkatkan rasio pencadangan atau NPL Coverage dari 161,16 persen di 2016, menjadi 182,98 persen di 2017. “Pencadangan kami sampai akhir tahun lalu Rp 29 triliun, kalau NPL Rp 14 triliun itu hamper dua kali lipatnya, jadi lebih dari cukup untuk menutupi jika NPL memburuk,” katanya. Dia berujar sepanjang tahun lalu, BRI telah melakukan write off atau penghapusan kredit bermasalah mencapai sekitar Rp 9 triliun, dengan total tingkat recovery sebesar 53 persen. Tahun ini, BRI menargetkan pemulihan kredit macet hingga 60 persen dari total NPL.

Direktur Manajemen Risiko BRI Donsuwan Simatupang menjelaskan sejumlah sektor yang berkontribusi terhadap NPL tahun lalu di antaranya ada sektor migas, transportasi perkapalan, dan properti. “Misalnya ada beberapa perusahaan migas yang belum bisa melakukan penjualan karena masih ada komponen investasi yang belum lengkap, butuh sertifikat, dan lain-lain, ini kami restrukturisasi dan berjalan baik,” ujarnya. Selanjutnya, sektor pertambangan menurut dia meskipun tak terlalu besar porsinya masih cukup membaik, walaupun volume produksi belum sepenuhnya kembali normal.

Donsuwan menuturkan untuk opsi restrukturisasi dipilih karena ada sejumlah target penjualan yang tidak tercapai, khususnya di sektor properti. “Kami berharap kan di semester dua 2017 penjualan property membaik, tapi kan belum jadi mereka bayar bunga tapi cicilan pokok nggak bisa dan kami harus restrukturisasi, karena harus realistis juga.” Dia menambahkan NPL terbesar di BRI berasal dari kontribusi kredit menengah. “Presentaenya tinggi karena segmen itu relative nggak tumbuh, karena memang sulit kejepit antara korporasi dan ritel, jadi sangat hati-hati,” ucapnya. Sektor ekonominya pun beragam, di antaranya perdagangan grosir, pertanian, dan jasa.

Ekonom Bank Mandiri Andri Asmoro mengatakan meskipun tren penurunan NPL sudah mulai terjadi tahun ini, perbankan diprediksi masih akan berhati-hati dan menggeser kredit ke sektor yang lebih aman. “Walaupun beberapa portofolio sudah bersih, masih ada special mention loan untuk yang NPL nya masih tinggi tadi, khususnya pertambangan dan perdagangan, mereka akan lebih selektif, kecuali perusahannya bagus dan domestic based masih bisa ditoleransi.” Sebagai alternative, perbankan diprediksi akan menyasar sektor infrastruktur yang tengah digenjot pemeritnah menjelang 2019 mendatang. “Bank-bank besar khususnya masih mencari yang government related project, yang udah direstrukturisasi juga tetap diwasapadai sehingga tidak loncat lagi ke kredit macet.”

Berita terkait

OCBC NISP Cetak Laba Bersih Rp 1,17 Triliun di kuartal I 2024

5 jam lalu

OCBC NISP Cetak Laba Bersih Rp 1,17 Triliun di kuartal I 2024

PT Bank OCBC NISP Tbk. mencetak laba bersih yang naik 13 persen secara tahunan (year on year/YoY) menjadi sebesar Rp 1,17 triliun pada kuartal I 2024.

Baca Selengkapnya

Realisasi Kredit Bank Mandiri Kuartal I 2024 Tembus Rp 1.435 Triliun

11 jam lalu

Realisasi Kredit Bank Mandiri Kuartal I 2024 Tembus Rp 1.435 Triliun

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. telah menyalurkan kredit konsolidasi sebesar Rp 1.435 triliun pada kuartal I 2024.

Baca Selengkapnya

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

1 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

BNI Telah Salurkan Kredit hingga Rp 695,16 Triliun per Kuartal I 2024

1 hari lalu

BNI Telah Salurkan Kredit hingga Rp 695,16 Triliun per Kuartal I 2024

Tiga bulan pertama 2024, kredit BNI utamanya terdistribusi ke segmen kredit korporasi swasta.

Baca Selengkapnya

Hilirisasi Banyak Dimodali Asing, Bahlil Sentil Perbankan

2 hari lalu

Hilirisasi Banyak Dimodali Asing, Bahlil Sentil Perbankan

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia buka suara soal dominasi penanaman modal asing (PMA) atau investasi asing ke sektor hilirisasi di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

2 hari lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

2 hari lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

Laba Bersih BTN Kuartal I 2024 Tumbuh 7,4 Persen, Tembus Rp 860 M

5 hari lalu

Laba Bersih BTN Kuartal I 2024 Tumbuh 7,4 Persen, Tembus Rp 860 M

BTN mencatat pertumbuhan laba bersih sebesar 7,4 persen menjadi Rp 860 miliar pada kuartal I 2024.

Baca Selengkapnya

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

6 hari lalu

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

BI mengungkapkan uang beredar dalam arti luas pada Maret 2024 tumbuh 7,2 persen yoy hingga mencapai Rp 8.888,4 triliun.

Baca Selengkapnya

Bank KB Bukopin Turunkan Rasio Kredit Berisiko

7 hari lalu

Bank KB Bukopin Turunkan Rasio Kredit Berisiko

PT Bank KB Bukopin menurunkan rasio kredit berisiko hingga di bawah 35 persen.

Baca Selengkapnya