Nikah Antar Pegawai 1 Kantor, Dirut BRI: Perbankan Ada Risiko
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Martha Warta
Senin, 18 Desember 2017 08:43 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), Suprajarto mengatakan akan mengkaji kembali keputusan Mahkamah Konstitusi ihwal perkawinan antar pekerja satu perusahaan.
Pasalnya perbankan memiliki risiko khusus yang berbeda dengan institusi lain. "Bank ini ada risiko operasional, reputasi dan sebagainya yang harus kami jaga, karena kami kan institusi keuangan yang ujungnya kepercayaan," ujar Suprajarto di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu, 17 Desember 2017.
Baca: Nikah Antar Rekan Sekantor, BRI: Kami Kaji Putusan MK
Suprajarto mengatakan bank bakal tetap melarang pasangan suami istri bekerja dalam satu bagian di kantor yang sama. Namun, BRI masih akan berdiskusi soal detail penyesuaian dengan putusan MK itu.
Suprajarto mengatakan selama ini BRI memang melarang sesama pekerjanya menikah. Namun, dengan adanya putusan MK itu BRI akan mengkaji kembali aturan perusahaan.
"Karena itu keputusan Mahkamah Konstitusi maka kami akan coba kaji kembali," ujar Suprajarto.
Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi terhadap pasal 153 ayat (1) huruf f Undang-undang Ketenagakerjaan ihwal pembatasan perkawinan pekerja dalam satu perusahaan. Dengan amar putusan itu, perusahaan dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja atau buruhnya yang mempunyai pertalian darah atau ikatan perkawinan dengan pekerja atau buruh lainnya di dalam satu perusahaan.
MK menilai pembatasan yang termuat dalam ketentuan a quo itu tidak memenuhi syarat penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain. Terkait dengan tujuan ketentuan a quo yang dikatakan untuk mencegah hal-hal negatif yang terjadi di lingkungan perusahaan, Mahkamah berpendapat alasan itu tidak memenuhi syarat pembatasan konstitusional sebagaimana tertuang dalam Pasal 28J ayat (2) Undang-undang Dasar 1945.
MK juga menilai filosofi kebebasan berkontrak yang merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian menjadi tidak terpenuhi, sebab pekerja atau buruh adalah pihak dalam posisi lebih lemah lantaran membutuhkan pekerjaan.
Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh Jhoni Boetja dan tujuh rekannya sebagai perwakilan dari Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Cabang Serikat Pekerja PLN yang memiliki legal standing karena merasa dirugikan dengan ketentuan a quo, kepada Mahkamah Konstitusi.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | ANTARA