TEMPO.CO, Jakarta -PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk akan melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ihwal perkawinan antar pekerja satu perusahaan. "Kalau aturan ya kami harus laksanakan," kata Direktur Utama BRI Suprajarto di Jakarta Convention Center, Jakarta pada Ahad, 17 Desember 2017.
Suprajarto mengatakan selama ini BRI memang melarang sesama pekerjanya menikah. Namun, dengan adanya putusan MK itu BRI akan mengkaji kembali aturan perusahaan. "Karena itu keputusan Mahkamah Konstitusi maka kami akan coba kaji kembali," ujar Suprajarto.
Baca: Bukalapak Gandeng BRI Luncurkan Virtual Account
Suprajarto mengatakan bank bakal tetap melarang pasangan suami istri bekerja dalam satu bagian di kantor yang sama. Namun, BRI masih akan berdiskusi soal detail penyesuaian dengan putusan MK itu. Alasannya, perbankan memiliki risiko khusus yang berbeda dengan institusi lain.
"Bank ini ada risiko operasional, reputasi dan sebagainya yang harus kami jaga, karena kami kan institusi keuangan yang ujungnya kepercayaan," ujarnya.
Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi terhadap pasal 153 ayat (1) huruf f Undang-undang Ketenagakerjaan ihwal pembatasan perkawinan pekerja dalam satu perusahaan. Dengan amar putusan itu, perusahaan dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja atau buruhnya yang mempunyai pertalian darah atau ikatan perkawinan dengan pekerja atau buruh lainnya di dalam satu perusahaan.
MK menilai pembatasan yang termuat dalam ketentuan a quo itu tidak memenuhi syarat penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain. Terkait dengan tujuan ketentuan a quo yang dikatakan untuk mencegah hal-hal negatif yang terjadi di lingkungan perusahaan, Mahkamah berpendapat alasan itu tidak memenuhi syarat pembatasan konstitusional sebagaimana tertuang dalam Pasal 28J ayat (2) Undang-undang Dasar 1945.
MK juga menilai filosofi kebebasan berkontrak yang merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian menjadi tidak terpenuhi, sebab pekerja atau buruh adalah pihak dalam posisi lebih lemah lantaran membutuhkan pekerjaan.
Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh Jhoni Boetja dan tujuh rekannya sebagai perwakilan dari Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Cabang Serikat Pekerja PLN yang memiliki legal standing karena merasa dirugikan dengan ketentuan a quo kepada Mahkamah Konstitusi.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | ANTARA