Proses pembuatan karya mebel ukir di sentra industri mebel Jepara di Senenan, Jepara, Jateng, Rabu (29/5). ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
TEMPO.CO, Semarang - Kampung Sembada Ukir, Desa Petekean, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, masih lemah memasarkan produknya. Selama ini mereka masih terjebak penjualan tradisional, yakni mengirim produk ke pengepul dengan keuntungan yang tak banyak.
“Ini menyebabkan kami masih bertahan dalam skala industri rumahan, tidak seperti pengusaha kota yang punya jaringan ke luar negeri dan Tanah Air,” kata Marsudik, seorang perajin mebel di Kampung Sembada Ukir, Kamis, 5 November 2017.
Lemahnya pemasaran terjadi karena mereka tak mampu menguasai teknologi online yang selama ini mudah dilakukan pelaku industri besar yang tinggal memasarkan dengan membuat situs. "Sedangkan kami maksimal lewat jaringan WhatsApp dan telepon. Hanya diketahui beberapa jaringan yang tercatat,” kata Marsudik.
Kelemahan pemasaran itu tak imbang dengan biaya produksi dan pembelian bahan baku kayu yang biayanya sangat mahal. Marsudik dan warga kampung Petekean mesti membeli kayu dari Sulawesi dan Lampung dengan harga yang mahal.
Ketua Paguyuban Sembada Ukir Gemah Ripah Raharja, Nur Khadir, mengakui kondisi itu. Padahal, menurut dia, Kampung Petekean masih bertahan di tengah persaingan industri mebel besar dengan jumlah penduduk 3.800 kepala keluarga, yang sebagian besar menjadi pelaku industri kecil mebel skala rumahan.
“Sebanyak 90 persen keluarga di kampung ini memproduksi mebel. Jenisnya ringan, hanya minimalis. Produk mebel hiasan rumah tangga,” kata Nur Khadir.
Kampung yang dulu tergolong miskin itu menjadi salah satu kampung di Jepara yang ditetapkan sebagai kawasan sembada ukir. Petekean sendiri menjadi kampung sembada ukir jenis minimalis, sedangkan kampung lain ada yang menjadi sembada patung dan relief.
“Ini ditetapkan sebagai kampung sembada sekaligus kampung wisata oleh pemda,” kata Nur.
Ia menyebut pelaku industri mebel di kampung itu mampu memproduksi tiga hingga empat perangkat dengan harga jual satu perangkat Rp 1,5-Rp 1,7 juta. Jika diakumulasikan, rata-rata perputaran transaksi penjualan mebel masih mentah di kampung itu mencapai miliaran rupiah.
Di Petekean terdapat 80 jenis motif ukir yang biasa diproduksi. Mereka terus memproduksi meski penjualan hanya dilakukan secara tradisional.