TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan mengatakan proyek kereta cepat Shinkansen ditargetkan bisa terealisasi tahun ini. Presiden Joko Widodo saat ini terus melakukan pendalaman dua proposal penawaran baik dari investor Jepang maupun Cina.
Bahkan, untuk melakukan penilaian atas kedua proposal pemerintah akan menunjuk konsultan. "Pokoknya penilaian akan dibuat seadil mungkin," kata Luhut setelah mendampingi Jokowi bertemu dengan utusan khusus Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Hiroto Izumi, di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat, 10 Juli 2015. Konsultan penilaian nantinya akan ditunjuk langsung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Selain diharapkan mampu menjadi alternatif solusi untuk transportasi di Jakarta, proses pembangunan Shinkansen diyakini bisa menyerap menyerap tenaga kerja. "Biaya pembangunannya kan sampai Rp 60 triliun, itu bagus untuk menciptakan lapangan kerja," kata Luhut.
Hari ini Hiroto Izumi menemui Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan proposal tentang kereta cepat Shinkansen. Selain didampingi oleh Luhut, selama 20 menit bertemu, Jokowi juga ditemani oleh Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil, serta Wakil Menteri Luar Negeri A.M. Fachir.
Investor Jepang sebelumnya telah melakukan studi kelayakan proyek rel kereta api cepat serupa Shinkansen. Mereka mengusulkan agar pemerintah Indonesia membentuk BUMN khusus operator moda transportasi mutakhir tersebut.
Di Jakarta, Shinkansen akan bermula di kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat, dengan rel kereta api yang dibangun di bawah tanah. Dengan kereta api ini, waktu tempuh Jakarta-Bandung hanya 34 menit, dan Jakarta-Surabaya 2,5 jam.
Rencananya rute kereta api cepat ini akan melewati Cirebon juga agar sarana perhubungan dapat terintegrasi dengan Bandara Kertajati yang sedang dibangun di Majalengka.
Total investasi yang dibutuhkan untuk proyek ini, dari studi kelayakan Jepang, sebesar Rp 60 triliun. Dari skema yang ditawarkan Jepang, pemerintah juga diminta menanggung investasi sebesar 16 persen, selain BUMN pelaksana kereta api cepat sebesar 74 persen dan swasta 10 persen.
Selain Jepang, pemerintah juga masih menunggu penawaran dari Tiongkok untuk bekerja sama mengerjakan proyek ini.
FAIZ NASHRILLAH