Bank Indonesia Dorong Pemda Terbitkan Obligasi Daerah  

Reporter

Kamis, 24 November 2016 23:25 WIB

Ilustrasi Bank Indonesia (BI). TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Surabaya – Bank Indonesia mendorong pemerintah daerah untuk menggunakan obligasi daerah sebagai alternatif pembiayaan pembangunan infrastruktur dan ekonomi. Keuntungannya, menurut Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara, adalah suku bunga yang lebih kecil dibandingkan obligasi korporasi perbankan. “Cost bisa lebih rendah dari bunga bank,” ucap Mirza dalam rapat koordinasi pusat dan daerah di Surabaya, Kamis sore 24 November 2016.

Obligasi daerah selama lima tahun saja, kata dia, bunganya cuma 8-9 persen. Bandingkan dengan bunga perbankan yang jumlahnya bisa lebih besar dari angka tersebut. Hanya saja, konsekuensinya pemerintah daerah sebagai penerbit obligasi mesti bersikap terbuka kepada publik soal keuntungan dan biaya, potensi pendapatan asli daerah, serta Dana Alokasi Umum (DAU). “Karena pembeli obligasi adalah masyarakat, Pemda harus mau transparan,” tuturnya.

Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia, Nanang Hendarsah menegaskan pentingnya penerbitan obligasi daerah sebagai sumber alternatif pembiayaan proyek infrastruktur daerah. Apabila hanya mengandalkan dari anggaran negara dan perbankan untuk pembangunan daerah, sulit. Itu sebabnya, “Pembiayaan non-bank sangat penting,” ucapnya.

Menurutnya, Pemda tidak usah takut membiayai proyek infrastrukturnya dengan cara obligasi. Ada aturan bahwa obligasi daerah hanya 0,3 persen dari GDP atau Gross Domestic Product. (Produk Domestik Bruto). Hingga saat, ini baru dua pemda yang telah memenuhi syarat untuk menerbitkan obligasi daerah yakni DKI Jakarta dan Jawa Barat. Kedua provinsi tersebut masih dalam proses administrasi.

Ihwal Provinsi Jawa Timur, Ekonom Universitas Brawijaya, Candra Fajri Ananda berpendapat, sebenarnya juga memerlukan obligasi daerah. Keuntungannya antara lain, tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; mampu mendorong percepatan pembangunan infrastruktur di daerah; mendorong kerja sama antar daerah, antara Pemda dengan BUMN dan BUMD, dan antara Pemda dengan masyarakat; serta adanya kendali terhadap pola expenditure di Pemda melalui perjanjian pinjaman. Dia menyebut seluruh proyek infrastruktur di Jawa Timur senilai sekitar Rp 800 miliar.

Kondisi sejumlah kabupaten di Jawa Timur dilihat dari komposisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dana transfer, Candra melanjutkan, mengindikasikan rendahnya kemampuan keuangan untuk pembangunan. Secara umum, menurutnya sejumlah kabupaten dan kota hanya mengandalkan dana transfer. “Hanya beberapa daerah yang di Jatim yang punya PAD di atas 20 persen,” ujar Candra.

Padahal, kata Candra, posisi Jawa Timur sangat signifikan karena menjadi tolok ukur pertumbuhan dan perkembangan Indonesia bagian timur. “Kalau Jatim performa ekonominya buruk, Indonesia bagian timur juga buruk.”

Dengan ketersediaan pendapatan dalam APBD yang relatif terbatas, menurutnya, untuk memenuhi belanja ideal menjadi tidak mudah. Padahal percepatan pembangunan perlu dilakukan untuk meningkatkan daya saing, konektivitas, dan sinergi antar wilayah. Pembanguan infrastruktur dan daya dukungnya juga perlu diupayakan. “Perlu ada alternatif pembiayaan,” ucap Candra.
.
Djustini Septiana, Advisor Pengembangan Bisnis Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui hingga kini belum ada Pemda yang menerbitkan obligasi daerah. Dia mengungkapkan beberapa kendala mengapa Pemda masih enggan menggunakan opsi obligasi daerah untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur daerahnya. Pertama, hampir seluruh Pemda belum memahami obligasi daerah. “Kalau Pemda enggak tahu itu apa dan gunanya, bagaimana mau menerbitkan?” ucapnya.

Kedua, permasalahan sumber daya manusia. Pemda membutuhkan tenaga-tenaga di bidangnya untuk mempraktekkan good governance. Sebab, menerbitkan obligasi daerah otomatis Pemda dituntut untuk bersikap transparan kepada publik. Ketiga, masalah politik. Eksekutif dan legislatif mesti menjaga hubungan baik.



Keempat, pemahaman keliru bahwa utang pemerintah tak bisa carry over ke pemerintahan berikutnya. “Ada kekhawatiran kalau gubernur atau pemerintahnya ganti maka pemerintahan berikutnya akan menyangkal utang,” tutur dia. Djustini menegaskan, bahwa itu adalah utang Pemda dan bukan gubernur secara perseorangan.

NIEKE INDRIETTA



Berita terkait

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

6 jam lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

1 hari lalu

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

2 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

3 hari lalu

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

3 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

3 hari lalu

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

BI menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen berdasarkan hasil rapat dewan Gubernur BI yang diumumkan pada Rabu, 24 April 2024.

Baca Selengkapnya

Eri Cahyadi Terima Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

3 hari lalu

Eri Cahyadi Terima Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengukir sejarah baru dalam kepemimpinannya di Kota Surabaya.

Baca Selengkapnya

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

3 hari lalu

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, ditutup turun mengikuti pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.

Baca Selengkapnya

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

3 hari lalu

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

BI mengungkapkan uang beredar dalam arti luas pada Maret 2024 tumbuh 7,2 persen yoy hingga mencapai Rp 8.888,4 triliun.

Baca Selengkapnya

Alipay Beroperasi di Indonesia? BI: Belum Ada Pengajuan Formal

3 hari lalu

Alipay Beroperasi di Indonesia? BI: Belum Ada Pengajuan Formal

Para pemohon termasuk perwakilan Ant Group sebagai pemilik aplikasi pembayaran Alipay bisa datang ke kantor BI untuk meminta pre-consultative meeting.

Baca Selengkapnya