Pemerintah Janjikan Insentif ke Industri Biofuel

Reporter

Editor

Jumat, 5 Mei 2006 20:09 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Pemerintah akan memberikan insentif kepada industri bahan bakar nabati (biofuel) supaya konsumsi biofuel dapat berkembang di tanah air. Pemerintah mentargetkan konsumsi biofuel pada 2025 mencapai 4,7 juta kiloliter. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengatakan, insentif akan diberikan dalam bentuk ekonomi dan nonekonomi. “Pemberian insentif ini akan melibatkan sektor lain,” kata Menteri Purnomo kepada pers kemarin. Menurut dia, insentif ekonomi menjadi kewenangan Departemen Keuangan. Sebab yang akan diatur adalah insentif fiskal berupa keringanan pajak maupun bea masuk barang. Dia mencontohkan, insentif fiskal akan diberikan pada peralatan ang menunjang atau membangun fasilitas produksi biofuel. Untuk insentif nonekonomi , lanjut dia, akan melibatkan tiga departemen, yakni Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Departemen Pertanian akan menyediakan bibit unggul untuk tanaman jarak dan lahan pertaniannya. Sedangkan Departemen Perdagangan dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral akan mengatur sisi produksi dan tata niaga perdagangan, termasuk distribusinya. Ia menjelaskan, salah satu insentif yang terpenting dari insentif nonekonomi ini adalah memperpendek jalur birokrasi dan perizinan. “Ini suatu prosedur yang harus dipangkas sehingga pengusaha dapat mengurus perizinan lebih cepat.” Namun, Purnomo mengingatkan, insentif itu hanya diberikan sampai harga biofuel mencapai keekonomian. Setelah harga jualnya mencapai skala keekonomian, segala macam insentif itu dicabut. “Seperti bayi, kan tidak mungkin menyusu terus,” ucap Purnomo. Untuk mempercepat pemanfaatan biofuel, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1/2006. Di sana, Presiden menugaskan 13 menteri dan seluruh pemerintah daerah di seluruh Indonesia menggiatkan pemanfaatan biofuel. Diharapkan hingga 2010, biofuel yang telah digunakan mencapai 720 ribu kiloliter. Dan hingga 2015 jumlahnya makin bertambah menjadi sekitar 1,5 juta kiloliter. Kepala Badan Litbang Departemen Energi Nenny Sri Utami mengatakan, biofuel terdiri dari bioil, biomethanol, dan biodiesel. Untuk biodiesel sudah dikembangkan sejak 1998 dengan menggunakan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dengan teknologi sederhana. Dari penelitian yang dilakukan di Nusa Tenggara Barat, harga biodiesel per liter sekitar Rp 3.250. Sedangkan di tempat lain harganya berbeda, tergantung kondisi iklim dan bibit tanamannya. “Kisaran harganya Rp 3.000 – 4.500 per liter,” katanya. Menurut Nenny, pemerintah telah mengeluarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 04-7182-2006 untuk biodiesel 100 persen (B-100) untuk mensubstitusi mesin motor diesel. Sedangkan untuk bioethanol 100 persen (E-100) masih dalam proses penyusunan. muhamad fasabeni

Berita terkait

Pemerintah Didorong Segera Rampungkan Revisi UU Migas

3 Oktober 2017

Pemerintah Didorong Segera Rampungkan Revisi UU Migas

Pemerintah diminta segera mengambil sikap ihwal revisi Undang-undang Minyak dan Gas. Pengurus Serikat Pekerja Satuan Kerja Khusus Migas Bambang Dwi Djanuarto?menilai pemerintah kurang responsif dalam menyelesaikan revisi UU Migas.

Baca Selengkapnya

Revisi UU Migas Akan Atur Badan Usaha Khusus Migas

19 Februari 2017

Revisi UU Migas Akan Atur Badan Usaha Khusus Migas

Badan Usaha Khusus ini, menurut Kurtubi, berbeda dengan Badan Usaha Milik Negara atau BUMN.

Baca Selengkapnya

Ini Kewenangan Pemerintah Daerah di Wilayah Blok Migas

18 Januari 2017

Ini Kewenangan Pemerintah Daerah di Wilayah Blok Migas

Pemerintah daerah harus mempermudah dan mempercepat proses penerbitan perizinan.

Baca Selengkapnya

Krisis Energi 2025, DPR Didesak Rampungkan Revisi UU Migas  

22 November 2016

Krisis Energi 2025, DPR Didesak Rampungkan Revisi UU Migas  

DPR diharapkan sudah membuat rancangan revisi Undang-undang Migas sebelum masa sidang berakhir.

Baca Selengkapnya

Migas: Pemerintah Bebankan Pajak di Kegiatan Eksploitasi  

29 Agustus 2016

Migas: Pemerintah Bebankan Pajak di Kegiatan Eksploitasi  

Pemerintah ingin membebankan pajak hanya pada kegiatan eksploitasi melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi.

Baca Selengkapnya

Pemerintah dan DPR Didesak Revisi UU Migas  

20 Agustus 2016

Pemerintah dan DPR Didesak Revisi UU Migas  

Pengelolaan migas seharusnya terlebih dahulu diberikan kepada Pertamina sebagai perusahaan milik negara.

Baca Selengkapnya

Perubahan Beleid Gas, Tata Niaga Gas Jalan di Tempat

3 Agustus 2016

Perubahan Beleid Gas, Tata Niaga Gas Jalan di Tempat

Perubahan beleid tata kelola gas belum menunjukkan perkembangan

Baca Selengkapnya

KPK Minta Jokowi Revisi UU Tata Kelola Migas  

13 Januari 2016

KPK Minta Jokowi Revisi UU Tata Kelola Migas  

KPK telah mengirimkan surat rekomendasi revisi UU Tata

Kelola Migas dan Kontrak Kerja Sama kepada Presiden pada 16

Desember 2015.

Baca Selengkapnya

Reformasi Kelembagaan Tata Kelola Migas

10 Juli 2015

Reformasi Kelembagaan Tata Kelola Migas

Mengesahkan undang-undang baru sebagai pengganti atau revisi UU Minyak Bumi dan Gas (Migas) Nomor 22 Tahun 2001 adalah hal mendesak yang harus dilakukan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla dan DPR pada akhir tahun ini. Mengingat undang-undang ini telah mengalami tiga kali uji materi Mahkamah Konstitusi (2003, 2007, dan 2012), di mana Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pembatalan banyak pasal dari undang-undang tersebut.

Baca Selengkapnya

Faisal Basri Usulkan Tiga Kaki Pengelolaan Migas

22 Mei 2015

Faisal Basri Usulkan Tiga Kaki Pengelolaan Migas

SKK Migas harus badan khusus yang tidak bisa diintervensi pemerintah. Bahan untuk RUU Migas.

Baca Selengkapnya