Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. ANTARA/Puspa Perwitasari
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berinisiatif memasukkan kejahatan perikanan ke dalam kategori kejahatan internasional. Ia mengatakan, kejahatan perikanan rentan ditumpangi kejahatan lain. "Ini bukan hanya sekadar tentang ikan, tapi banyak hal kompleks," katanya di Jakarta, Kamis, 19 November 2015.
Ia menyebutkan, ketika ada kapal asing masuk ke Indonesia secara ilegal, banyak kejahatan yang bisa terjadi. Seperti perdagangan manusia, penjualan satwa-satwa yang dilindungi, peredaran alkohol, serta barang-barang logistik seperti beras dan ayam beku tanpa melalui Bea Cukai.
Susi bercerita hal serupa juga terjadi di negara lain. "Di Afrika Selatan, penjualan satwa-satwa dilindungi juga banyak dibawa kapal-kapal laut." Dalam waktu dekat, Kementerian Kelautan dan Perikanan akan melakukan kerja sama dengan Papua Nugini dan menyusul kemudian Australia.
Susi berujar, negara-negara lain juga mulai sadar bahwa kejahatan ini bukan hanya perkara ikan. Terlebih lagi, kejahatan itu dilakukan oleh korporasi besar dengan terorganisir. "Begal laut ini modalnya miliar-miliar. Sindikat, bukan pencuri biasa."
Menurut Susi, satelit Indonesia yang hanya satu tidak memungkinkan untuk melakukan pengecekan berkala. Sementara itu, koneksi satelit interpol ke berbagai negara memungkinkan untuk melihat pergerakan kapal. "Jadi tidak ada yang tidak bisa kita lihat lagi," katanya. Ia menambahkan, semua negara memiliki perwakilan di Interpol.
Dalam menangani kasus kejahatan perikanan, nantinya setiap negara akan menyerahkan nama ke interpol agar dilakukan pengejaran. Selanjutnya, pengadilan akan dilakukan di negara yang menjadi tempat penangkapan.