Produk keramik sebelum masuk oven berbahan bakar gas di Desa Mekarjaya, Bandung, Rabu (3/2). Kebutuhan gas untuk 64 industri keramik di Indonesia sekitar 52 juta kubik/bulan. Pelaku industri keramik berharap pasokan gas dari PGN terjamin. TEMPO/Prima
TEMPO.CO, Bandung - Pemerintah berencana menerbitkan peraturan presiden khusus tata kelola gas yang mensyaratkan berdirinya badan penyangga atau agregator. Menurut Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, badan ini menjadi kunci agar gas untuk kebutuhan industri bisa menurun.
"Ini menjadi solusi urgent karena industri butuh gas murah," ujar Mamit, Jumat, 2 Oktober 2015.
Badan yang dimaksud berwenang menjaga ketersediaan pasokan gas di dalam negeri. Perolehannya melalui perjanjian pasokan dengan kontraktor migas di Tanah Air. Mamit mengatakan tidak tertutup kemungkinan perolehan gas bisa dilakukan melalui impor.
Nantinya, badan juga bertugas menetapkan harga gas sesuai kategori konsumen yang terdiri dari industri, pembangkit listrik, dan rumah tangga. Saat ini harga gas ditentukan oleh pemerintah.
Mamit melanjutkan, pendirian badan penyangga harus diikuti penghapusan Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2009 yang memperburuk tata niaga gas nasional. Aturan ini membolehkan swasta memperoleh kuota penyaluran gas.
Akibatnya, banyak pedagang gas (trader) yang tidak memiliki infrastruktur malah mendapat kuota. Margin yang ditetapkan trader inilah, kata Mamit, yang membuat harga gas juga melonjak.
Tercatat, ada sekitar 80 trader gas yang bermain di tahap penyaluran. Keuntungan minimal yang mereka peroleh, hanya bermodal kertas, minimal sebanyak US$ 5 miliar per tahun.
Direktur Pembinaan Program Migas Agus Cahyono Adi mengatakan trader masih bisa diakomodasi dengan penambahan kewajiban pembangunan infrastruktur gas. "Kalau modal mereka tidak cukup, mereka bisa bergabung membangun infrastruktur dengan joint venture," kata Agus.
Sebelumnya Kadin mengeluhkan mahalnya harga gas. Rata-rata harga gas yang mencapai US$ 9 per MMBTU membuat industri seperti pupuk dan petrokimia tidak kompetitif di pasar. Apalagi, besaran ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan harga gas termahal di dunia. Dibanding negara tetangga seperti Vietnam dan Myanmar saja, rata-rata harga gas mencapai US$ 4,5 per MMBTU.
Koordinator Gas Kamar Dagang dan Industri Achmad Widjaja meminta harga gas dipangkas ke angka US$ 5 per MMBTU. "Salah satu cara yang instan menstimulus ekonomi adalah menurunkan harga gas LNG," ujar Achmad pertengahan September lalu.