SBY Optimistis Krisis 1998 Tak Terulang  

Reporter

Editor

Grace gandhi

Kamis, 27 Agustus 2015 08:29 WIB

Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono menyalami warga ditengah istrinya, Ani Yudhoyono yang asik memotret kegiatan lomba Panjat Pinang dalam perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia ke-70 di Lapangan Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, 16 Agustus 2015. TEMPO/Nofika Dian Nugroho

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai keterpurukan ekonomi yang dialami Indonesia tahun ini berbeda dengan krisis pada 1998 dan 2008. Karena itu, dia mengatakan berlebihan jika ada yang menyebut situasi ekonomi sekarang bakal melecut terjadinya krisis separah 1998.

“Rasanya berlebihan kalau bulan depan kita dibilang akan jatuh seperti pada 1998,” kata Yudhoyono saat ditemui di kediamannya di Cikeas, Rabu, 26 Agustus 2015.

Menurut Yudhoyono, kondisi politik saat ini bisa dibilang lebih baik dibandingkan dengan 1998. Pada 2015, ucap dia, parlemen, rakyat, dan pers cenderung lebih “sabar” pada Presiden Joko Widodo. Sedangkan pada 1998, terjadi kegaduhan politik dari rakyat yang menghendaki mundurnya Soeharto sebagai presiden.

Kondisi pada 1998 masih diperparah oleh kurang baiknya respons kebijakan dan antisipasi pemerintah menyikapi faktor eksternal, yakni kejatuhan ekonomi Thailand. Juga saran dari Dana Moneter Internasional (IMF) kepada pemerintah Indonesia yang sebagian tidak tepat.

“Ketika ada faktor eksternal ditambah politik yang rapuh, ekonomi yang dulu kuat pun akhirnya jatuh,” ujar Ketua Umum Partai Demokrat itu.

Hal itu beda pula dengan krisis 2008, ketika keterpurukan ekonomi Amerika Serikat merembet ke Eropa dan negara lain. Saat itu Yudhoyono mengambil langkah cepat demi mencegah faktor eksternal menyenggol Indonesia. Pun kondisi politik Indonesia ketika itu diklaim Yudhoyono cenderung stabil, kendati ia melulu memanen kritik dari pers dan masyarakat. Walhasil, Indonesia pun selamat dari ancaman krisis ekonomi.

Sedangkan pada 2015, kondisi politik Indonesia dianggap Yudhoyono lebih baik dibandingkan dengan 1998 dan 2008. “Fundamental kita sekarang lebih bagus, tapi memang ada faktor-faktor yang bisa berubah dengan cepat,” tuturnya.

Karena itu, menurut Yudhoyono, Presiden Joko Widodo perlu ambil langkah strategis guna meminimalkan dampak negatif faktor eksternal. Misalnya, memberi insentif perusahaan-perusahaan yang nyaris kolaps demi mencegah kian bertambahnya angka pengangguran serta membikin kebijakan untuk mengontrol inflasi dan harga. “Saya enggak menyalahkan Pak Jokowi, tapi sekarang ini yang dibutuhkan adalah kebijakan, solusi, tindakan, dan kepemimpinan yang pas. Jadi, kalaupun Indonesia terkena faktor eksternal, tidak terlalu dalam kenanya,” kata Yudhoyono.

Baca wawancara selengkapnya dengan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono di majalah Tempo edisi 31 Agustus 2015.

ISMA SAVITRI

Berita terkait

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

3 hari lalu

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.

Baca Selengkapnya

Imbas Perang Iran-Israel terhadap Ekonomi Indonesia

11 hari lalu

Imbas Perang Iran-Israel terhadap Ekonomi Indonesia

Serangan balasan Iran terhadap Israel meningkatkan eskalasi konflik di Timur Tengah. Ketegangan ini menambah beban baru bagi ekonomi Indonesia.

Baca Selengkapnya

Sebut Ekonomi Indonesia Kokoh di Tengah Ketidakpastian Global, Jokowi: Alhamdulillah

28 Februari 2024

Sebut Ekonomi Indonesia Kokoh di Tengah Ketidakpastian Global, Jokowi: Alhamdulillah

Presiden Jokowi mengatakan bahwa perekonomian Indonesia cukup kokoh di tengah ketidakpastian global.

Baca Selengkapnya

Pegadaian Raih Penghargaan Indonesia Living Legend Companies Awards 2024

2 Februari 2024

Pegadaian Raih Penghargaan Indonesia Living Legend Companies Awards 2024

PT Pegadaian dinobatkan sebagai Diamond Living Legend Company in Realizing Society Welfare Through Innovative and Inclusive Products and Services

Baca Selengkapnya

APBN Dukung Momentum Pemulihan Ekonomi Indonesia

19 Desember 2023

APBN Dukung Momentum Pemulihan Ekonomi Indonesia

Kinerja anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) hingga pertengahan bulan Desember 2023 tercatat lebih kuat dari target yang ditentukan

Baca Selengkapnya

Target Pertumbuhan Ekonomi Tinggi Para Capres Dinilai Percuma Jika Andalkan Pertambangan

19 Desember 2023

Target Pertumbuhan Ekonomi Tinggi Para Capres Dinilai Percuma Jika Andalkan Pertambangan

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan target pertumbuhan ekonomi para kandidat capres dan cawapres Pemilu 2024 cenderung tinggi.

Baca Selengkapnya

Inflasi Terkendali, Pertumbuhan Ekonomi Asia Pasifik Diprediksi 4,9 Persen

14 Desember 2023

Inflasi Terkendali, Pertumbuhan Ekonomi Asia Pasifik Diprediksi 4,9 Persen

ADB menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada Asian Development Outlook (ADO) Desember 2023

Baca Selengkapnya

CORE Proyeksikan Krisis Properti di Cina Diprediksi Berdampak Jangka Panjang ke RI

12 Desember 2023

CORE Proyeksikan Krisis Properti di Cina Diprediksi Berdampak Jangka Panjang ke RI

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal, mengatakan krisis sektor properti di Cina sangat berpengaruh pada perekonomian Indonesia, terutama pada kinerja ekspor.

Baca Selengkapnya

Kebijakan Fiskal Jadi Penjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia

8 Desember 2023

Kebijakan Fiskal Jadi Penjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia

Kebijakan fiskal memiliki peranan penting sabagai penjaga stabilitas nasional sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya

Jokowi Pamer Ekonomi RI Stabil 5 Persen ke Kepala Negara Lain: Kita Bangga Banget

29 November 2023

Jokowi Pamer Ekonomi RI Stabil 5 Persen ke Kepala Negara Lain: Kita Bangga Banget

Jokowi bangga dengan perkembangan ekonomi Indonesia yang tumbuh di kisaran 5 persen. Ia menyebut dirinya memamerkan hal itu kepada kepala negara lain.

Baca Selengkapnya