Layar elektronik Indeks Harga Saham Gabungan, Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 16 Januari 2015. ANTARA/Puspa Perwitasari
TEMPO.CO, Jakarta - Analis pasar modal, Reza Priyambada, menilai indeks harga saham gabungan (IHSG) masih akan diuji pada level 4.800. Laju indeks yang fluktuatif tampaknya masih akan menghiasi perdagangan. "Pekan depan, IHSG diperkirakan berada pada rentang support 4.885-4.950 dan resisten 4.965-5.000," kata Reza, Sabtu, 27 Juni 2015.
Menurut analis dari PT NH Korindo Securities Indonesia itu, belum adanya sentimen positif menutup peluang indeks saham dapat kembali rebound. Reza menjelaskan, jika belum terjadi volume pembelian yang cukup besar, sulit bagi IHSG kembali rebound dan mempertahankan penguatan.
Reza berharap aksi jual mulai mereda dan dukungan dari rilis data yang positif bisa mengurangi sentimen negatif. "Semoga laju IHSG menguat pada pekan depan, tapi tetap antisipasi sentimen yang akan datang."
Pekan ini, ucap dia, pelemahan bursa saham Amerika Serikat dan Eropa akibat belum tuntasnya masalah utang Yunani membuat laju bursa saham Asia melemah. Sempat ada penguatan pada awal sesi yang mendatangkan harapan menguatnya IHSG, tapi pelaku pasar memanfaatkan penguatan untuk profit taking.
Rencana pemerintah membuka keran ihwal kepemilikan properti oleh warga asing belum cukup kuat mendorong indeks saham. Menurut Reza, pelemahan yang terjadi membuka peluang pelemahan lanjutan jika tidak diimbangi aksi beli. "Sentimen yang mewarnai IHSG kemarin lebih banyak negatifnya. Kalaupun ada sentimen positif, hanya dijadikan ajang profit taking," ujarnya.
Pada penutupan perdagangan jelang akhir pekan, IHSG di Bursa Efek Indonesia (BEI) menguat tipis 2,96 poin atau 0,06 persen menjadi 4.923,01. Sedangkan kelompok 45 saham unggulan atau LQ45 naik 1,46 poin atau 0,17 persen menjadi 842,36.
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
25 Februari 2024
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
Aliran modal asing tetap surplus kendati ada penjualan Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), karena jumlah modal masuk ke pasar saham jauh lebih besar.