Suku Bunga

Reporter

Jumat, 22 Mei 2015 01:50 WIB

TEMPO/Seto Wardhana

TEMPO.CO, Jakarta - Para pembuat kebijakan Federal Reserve AS tidak berharap untuk meningkatkan suku bunga utamanya pada Juni, risalah dari pertemuan kebijakan 28-29 April menunjukkan pada Rabu.

"Banyak peserta" pada pertemuan "berpikir tidak mungkin data yang tersedia pada Juni akan memberikan konfirmasi cukup bahwa kondisi-kondisi untuk meningkatkan kisaran target tingkat suku bunga federal fund telah terpenuhi, meskipun mereka secara umum tidak menutup kemungkinan ini," risalah pertemuan mengatakan, lapor AFP.

"Beberapa" pejabat berpikir bahwa data yang dikumpulkan oleh pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal 16-17 Juni kemungkinan akan menunjukkan bahwa prospek telah meningkat memadai untuk memenuhi ambang batas bank sentral menaikkan suku bunga federal fund mendekati nol.

Namun umumnya, risalah pertemuan pada April mencerminkan sikap "menunggu dan melihat" setelah pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal pertama melambat.

Risalah menunjukkan para pembuat kebijakan melihat pelambatan sebagai akibat faktor-faktor "sementara", seperti cuaca musim dingin yang parah, dolar yang lebih kuat dan pemogokan di pelabuhan West Coast yang berakhir pada akhir Februari.

"Sebagian besar peserta memperkirakan bahwa, menyusul pelambatan kuartal pertama, aktivitas ekonomi riil akan melanjutkan ekspansinya pada kecepatan moderat, dan bahwa kondisi pasar tenaga kerja akan meningkatkan lebih lanjut," kata risalah.

Namun, para pejabat membahas sejumlah alasan "untuk percaya bahwa beberapa pelemahan baru-baru ini dalam laju kegiatan ekonomi mungkin berlanjut."

Dolar yang lebih kuat menghambat ekspor bersih dan pemangkasan pengeluaran investasi di perusahaan-perusahaan energi karena harga minyak yang lebih rendah bisa menjadi lebih besar dan lebih lama daripada yang diantisipasi sebelumnya, sejumlah peserta mengatakan.

Belanja konsumen, yang menyumbang sekitar dua pertiga dari ekonomi aktivitas AS, dan pengeluaran investasi swasta "secara tak terduga lemah," meskipun penurunan dalam harga bensin meninggalkan lebih banyak uang dalam saku para konsumen.

"Dorongan yang diharapkan untuk belanja rumah tangga dari harga energi yang lebih rendah tampaknya sejauh ini tidak terwujud, menyoroti kemungkinan kurangnya momentum yang mendasari pengeluaran konsumen daripada yang para peserta nilai sebelumnya," kata risalah.

Beberapa peserta menyatakan kekhawatiran khusus tentang prospek itu karena perkiraan mereka untuk meningkatkan pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja "sebagian besar beristirahat pada skenario di mana belanja konsumen tumbuh kokoh meskipun bidang ekonomi lainnya lemah".

ANTARA

Berita terkait

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

2 hari lalu

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

2 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

2 hari lalu

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

Analis Ibrahim Assuaibi, memperkirakan rupiah hari ini fluktuatif dan akan ditutup menguat pada rentang Rp 16.150 sampai Rp 16.220 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

2 hari lalu

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

BI menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen berdasarkan hasil rapat dewan Gubernur BI yang diumumkan pada Rabu, 24 April 2024.

Baca Selengkapnya

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

2 hari lalu

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, ditutup turun mengikuti pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Kontroversi 1 Juta Hektare Padi Cina di Kalimantan, Deretan Alasan BI Naikkan Suku Bunga

3 hari lalu

Terpopuler: Kontroversi 1 Juta Hektare Padi Cina di Kalimantan, Deretan Alasan BI Naikkan Suku Bunga

Berita terpopuler bisnis pada 24 April 2024, dimulai rencana Cina memberikan teknologi padi untuk sejuta hektare lahan sawah di Kalimantan.

Baca Selengkapnya

Tingginya Suku Bunga the Fed dan Geopolitik Timur Tengah, Biang Pelemahan Rupiah

3 hari lalu

Tingginya Suku Bunga the Fed dan Geopolitik Timur Tengah, Biang Pelemahan Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut pelemahan rupiah dipengaruhi oleh arah kebijakan moneter AS yang masih mempertahankan suku bunga tinggi.

Baca Selengkapnya

Gubernur BI Prediksi Suku Bunga The Fed Turun per Desember 2024: Bisa Mundur ke 2025

3 hari lalu

Gubernur BI Prediksi Suku Bunga The Fed Turun per Desember 2024: Bisa Mundur ke 2025

Gubernur Bank Indonesia atau BI Perry Warjiyo membeberkan asumsi arah penurunan suku bunga acuan The Fed atau Fed Fund Rate (FFR).

Baca Selengkapnya

BI Naikkan Suku Bunga Acuan, Bank Mandiri: Penting di Tengah Ketidakpastian dan Fluktuasi Global

3 hari lalu

BI Naikkan Suku Bunga Acuan, Bank Mandiri: Penting di Tengah Ketidakpastian dan Fluktuasi Global

Bank Mandiri merespons soal kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI).

Baca Selengkapnya

BI Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen, Perry Warjiyo: Untuk Perkuat Stabilitas Rupiah

4 hari lalu

BI Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen, Perry Warjiyo: Untuk Perkuat Stabilitas Rupiah

BI akhirnya menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 6,25 persen. Apa alasan bank sentral?

Baca Selengkapnya